Oleh: Chaidir Syahrul,SH, PK Ahli Muda, Bapas Kelas II Tarakan

ANAK merupakan harta yang paling berharga dalam keluarga. Pada setiap perjalanan hidupnya, orang tua selalu ingin mendampingi. Namun tidak dimungkiri bahwa pada zaman sekarang, anak bisa melakukan kesalahan yang berujung pada pelanggaran tindak pidana.

Oleh karena itu, pemerintah mengatur mengenai Pengadilan anak yang ditetapkan pada 3 Juli tahun 2012, yaitu Undang – undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atau yang lebih dikenal dengan UU-SPPA.

Seiring dengan perkembangan waktu, peningkatan kenalan anak atau remajapun semakin bertambah, yang menjurus pada pelanggaran kejahatan baik kejahatan ringan sampai kejahatan serius dengan berbagai faktor pendorong. Anak, pada undang – undang ini, merujuk pada setiap manusia yang berusia kurang dari 18 tahun.

Begitu pula pada usia, yang terkandung dalam undang – undang SPPA, yang menetapkan usia 14 sampai 18 tahun sebagai kategori anak yang memiliki pertanggungjawaban pidana dan usia 12 sampai 14 tahun hanya dikenai tindakan.

Baca Juga :  Sebut Perppu Ciptaker Kurang Melindungi Buruh

Hak – hak anak juga didapatkan pada undang – undang SPPA ini. Yang mana diantaranya adalah pada saat terjadi pelanggaran tindak pidana yang melibatkan anak, baik itu pelaku, saksi maupun korban.

Mereka tidak mendapatkan julukan sebagaimana biasanya disebutkan pada pelanggaran tindak pidana dewasa. Semua anak yang terlibat dalam pelanggaran pidana disebut sebagai Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH). Tersangka atau pelaku yang melakukan tindak pidana disebutkan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum. Korban disebutkan sebagai anak korban. Saksi disebutkan sebagai anak saksi.

Hak lain yang didapatkan oleh anak yang berhadapan dengan hukum apabila terjadi pelanggaran tindak pidana, baik anak yang berkonflik hukum, anak korban dan anak saksi, adalah mendapatkan hak untuk tidak dipublikasikan.

Tidak dipublikasikan dalam hal ini termasuk wajah dan nama aslinya, pada segala macam surat kabar. Hak istimewa lain yang didapatkan anak saat berhadapan dengan hukum adalah proses hukum dari penahanan sampai tahap adjudikasi, dibatasi waktunya oleh undang – undang.

Baca Juga :  Amalan-Amalan Sunnah Dalam Berpuasa

Kemudian, hak lain yang didapatkan selama proses hukum mulai saat penahanan di kepolisian sampai pada saat penahanan di kejaksaan, anak diberikan upaya untuk mendapatkan restorative justice melalui diversi yang didampingi dan diupayakan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan.

Akhirnya, apabila anak yang berkonflik dengan hukum ditetapkan oleh pengadilan harus menjalani masa penahanan di lembaga pemasyarakatan. Masa pidana yang ditetapkan dan diberikan adalah setengah dari masa pidana pelaku tindak pidana dewasa.

Selama masa pra adjudikasi, pada saat anak berkonflik dengan hukum harus berhadapan dengan hukum, anak berkonflik dengan hukum didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan. (*/har)