27.4 C
Tarakan
Friday, December 1, 2023

Pro Kontra ASN Dinas di Rumah, Dikhawatirkan Malah Memanjakan

Baru-baru ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), mengeluarkan wacana pegawai negeri sipil (PNS) bisa bekerja di rumah. Ada yang setuju dengan kebijakan ini. Adapula yang bimbang, lantaran melihat kinerja PNS yang dinilai belum maksimal.

 

LANTAS bagaimana sudut pandang masyarakat terkait wacana ini?

Agus, S.E, mengaku setuju dengan kebijakan tersebut. Menurut pria berusia 28 tahun ini, sebagian bidang dapat dikerjakan di rumah. Khususnya yang berhubungan dengan teknologi informasi (TI).

“Saya setuju, karena sekarang ini zamannya sudah maju, dengan kecanggihan teknologi jadi semuanya lebih efisien,” katanya kepada Radar Tarakan, Jumat (29/11) lalu. Sejauh informasi yang diterimanya, tidak semua pekerjaan bisa dilakukan di rumah. Termasuk bidang keamanan dan kesehatan, yang perlu tindakan langsung pada masyarakat.

Terkait wacana ini juga perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas. Seperti bidang apa saja yang dapat melakukan pekerjaan di luar kantor. Serta bagaimana langkah yang diambil masyarakat bila berhubungan dengan bidang tersebut.

“Tidak ada salahnya kalau pemerintah memanfaatkan kecanggihan teknologi sekarang ini. Mungkin bisa juga menciptakan terobosan baru pada sistem pelayanan digital,” lanjutnya.

Namun sebelum diterapkan perlu dipersiapkan dengan matang dari segala sisi. Mulai dari koneksi internet, perangkat keamanan dan mengantisipasi dini gangguan-gangguan yang kemungkinan timbul saat jam kerja. Meski bekerja di luar kantor, pengawasan ekstra perlu dipikirkan.

“Hanya itu perlu dipersiapkan dengan matang oleh pemerintah. Yang paling penting bagaimana pelayanan kepada masyarakat bisa terlayani dengan baik dan efektif,” katanya.

Namun berbeda pula dengan Annisa (30). Dia menilai kinerja PNS masih jauh dari kata maksimal. Menurutnya apakah dengan bekerja di rumah semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik? Justru kedisiplinan perlu dipertanyakan.

“Yang kerja di kantor saja kadang-kadang kita ketemu di pasar masih pakai baju dinas. Apalagi kalau kerja di rumah?” ujarnya.

Namun bila sistem kerja PNS di rumah, tingkat pengawasan dari atasan perlu ditekan. Terlepas dari mengerjakan pekerjaan di luar kantor, juga dapat menciptakan PNS yang bermalas-malasan. Apalagi tidak semua bidang dapat dikerjakan di rumah, kemungkinan dapat menimbulkan kecemburuan sosial terhadap sesama PNS. “Tapi mungkin yang kerja di rumah ditargetkan, karena enggak semua kan dinasnya di rumah. Kalau kerja di rumah, harus tetap disiplin. Karena pola pikir yang kerja di ruangan dan di luar kantor itu beda. Jangan sampai kerja di rumah, seakan-akan dimanjakan,” katanya.

Baca Juga :  Seru!!! Ekshibisi LKBB untuk Pimpinan OPD

Namun dia berharap, sebelum benar-benar diterapkan di lingkungan pemerintahan, dapat dikaji dan dikemas dengan baik. Apalagi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sekiranya dengan kebijakan ini lebih efektif. “Memang perlu ditinjau dulu. Jangan sampai berhenti di tengah jalan, atau justru semakin merugikan. Rugi itu tidak hanya dari sisi materiel, tapi waktu dan tenaga,” tutupnya.

 

PERLU MEREVISI ATURAN

Sekretaris Badan Kepegawaian, Pelatihan dan Pendidikan (BKPP) Tarakan Muhammad Sa’aduddin Hakim mengatakan, bahwa hasil kinerja dan kedisiplinan 3.125 ASN di Tarakan relatif baik.

Berkaitan dengan wacana ASN bekerja lewat rumah, pria yang akrab disapa Didin ini menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS Pasal 3 angka 11 tentang kewajiban, masih menuntut ASN untuk masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja.

“Artinya secara normatif, kami masih harus masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Ini menghasilkan kontra dengan wacana untuk bekerja dari rumah,” ungkapnya, Sabtu (30/11).

Ketentuan jam kerja ASN dalam sepekan minimal 37,5 jam. Sehingga dari Senin hingga Jumat, ASN dengan jabatan fungsional, eselon I, II, III dan IV memiliki waktu yang sama dalam bekerja.

“Kalau masuk kerja itu dari jam 07.30 dari Senin sampai Kamis, sampai 15.30 WITA. Kalau istirahatnya itu sebenarnya hanya untuk makan dan salat bagi yang muslim. Istirahatnya relatif, intinya ASN harus terpenuhi 37,5 jam dalam sepekan,” jelasnya.

Pada dasarnya ASN tidak memiliki jadwal istirahat. Sebab sebenarnya ASN hanya diberi waktu istirahat saat makan siang dan salat. Namun, karena lokasi Kota Tarakan yang dekat sehingga kebanyakan ASN memilih pulang ke rumah untuk beristirahat. “Tapi kalau di kota-kota besar, ASN itu tidak ada yang pulang, palingan makan di sekitar, di kantin, kemudian kembali bekerja,” ucapnya.

Sehingga jika harus bekerja di tempat kerja, maka menurutnya sedikit kontradiktif dengan wacana bekerja dari rumah. Sehingga jika memang akan diterapkan, aturan tersebut harus direvisi, yakni ketentuan jam kerja dan masuk kerja tersebut. “Kalau yang pelayanan langsung tidak mungkin mau bekerja di rumah. Selama belum ada petunjuk teknis pelaksanaan terkait kebijakan itu, maka kami belum bisa berandai-andai. Saya berpikir, adanya wacana itu karena sekarang ini era teknologi yang bisa menghemat waktu. Bisa bekerja lewat email. Yang bisa menerapkan pekerjaan di rumah itu adalah ASN yang bekerja sebagai administrasi,” pungkasnya.

Baca Juga :  Safety Pembalap dan Penonton Jadi Fokus Utama

 

BKD: BUKAN NGANTOR DI RUMAH

Sementara,Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalimantan Utara (Kaltara), Burhanuddin menegaskan, untuk di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara, tidak ada ditetapkan sistem ASN berkantor di rumah.

“Kalau di kami, bukan ngantor di rumah. Tapi, di rumah pun pelayanan tetap dapat dilakukan. Bahkan di luar jam kerja sekali pun,” tegas Burhanuddin saat ditemui di Tanjung Selor pekan lalu.

Artinya, jika ada pekerjaan yang belum sempat selesai di kantor, tidak ada masalah jika diterima di rumah atau di tempat lain di luar kantor. Namun, hal ini biasa dilakukan dalam keadaan tertentu. “Seperti saya selaku kepala BKD tentu bisa saja menerima orang-orang yang ingin berkonsultasi terkait rekrutmen CPNS yang dilakukan saat ini atau terkait hal lain yang melekat di diri saya,” jelasnya.

“Jadi, untuk menyelesaikan suatu pekerjaan itu, kita tidak harus nunggu di kantor. Kita tidak boleh memaksakan untuk melayani segala urusan itu harus di kantor. Kalau seperti ini, bukan sifat pelayanan. Sebab, pelayanan itu, di mana pun kita harus melayani. Tidak ada jam kantor, selagi kita bisa, harus kita layani,” sambungnya.

Namun, ada memang hal-hal yang bersifat teknis dan harus diselesaikan di kantor. Seperti pelayanan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) dalam hal pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), misalnya.

“Jika sarana pendukungnya memang ada di kantor, maka kita harus lakukan itu di kantor. Tapi kalau seperti penjelasan yang melekat pada diri kita, tentu tidak ada masalah jika kita layani di mana pun,” jelasnya. (shy/*/one/iwk/lim)

Baru-baru ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), mengeluarkan wacana pegawai negeri sipil (PNS) bisa bekerja di rumah. Ada yang setuju dengan kebijakan ini. Adapula yang bimbang, lantaran melihat kinerja PNS yang dinilai belum maksimal.

 

LANTAS bagaimana sudut pandang masyarakat terkait wacana ini?

Agus, S.E, mengaku setuju dengan kebijakan tersebut. Menurut pria berusia 28 tahun ini, sebagian bidang dapat dikerjakan di rumah. Khususnya yang berhubungan dengan teknologi informasi (TI).

“Saya setuju, karena sekarang ini zamannya sudah maju, dengan kecanggihan teknologi jadi semuanya lebih efisien,” katanya kepada Radar Tarakan, Jumat (29/11) lalu. Sejauh informasi yang diterimanya, tidak semua pekerjaan bisa dilakukan di rumah. Termasuk bidang keamanan dan kesehatan, yang perlu tindakan langsung pada masyarakat.

Terkait wacana ini juga perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas. Seperti bidang apa saja yang dapat melakukan pekerjaan di luar kantor. Serta bagaimana langkah yang diambil masyarakat bila berhubungan dengan bidang tersebut.

“Tidak ada salahnya kalau pemerintah memanfaatkan kecanggihan teknologi sekarang ini. Mungkin bisa juga menciptakan terobosan baru pada sistem pelayanan digital,” lanjutnya.

Namun sebelum diterapkan perlu dipersiapkan dengan matang dari segala sisi. Mulai dari koneksi internet, perangkat keamanan dan mengantisipasi dini gangguan-gangguan yang kemungkinan timbul saat jam kerja. Meski bekerja di luar kantor, pengawasan ekstra perlu dipikirkan.

“Hanya itu perlu dipersiapkan dengan matang oleh pemerintah. Yang paling penting bagaimana pelayanan kepada masyarakat bisa terlayani dengan baik dan efektif,” katanya.

Namun berbeda pula dengan Annisa (30). Dia menilai kinerja PNS masih jauh dari kata maksimal. Menurutnya apakah dengan bekerja di rumah semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik? Justru kedisiplinan perlu dipertanyakan.

“Yang kerja di kantor saja kadang-kadang kita ketemu di pasar masih pakai baju dinas. Apalagi kalau kerja di rumah?” ujarnya.

Namun bila sistem kerja PNS di rumah, tingkat pengawasan dari atasan perlu ditekan. Terlepas dari mengerjakan pekerjaan di luar kantor, juga dapat menciptakan PNS yang bermalas-malasan. Apalagi tidak semua bidang dapat dikerjakan di rumah, kemungkinan dapat menimbulkan kecemburuan sosial terhadap sesama PNS. “Tapi mungkin yang kerja di rumah ditargetkan, karena enggak semua kan dinasnya di rumah. Kalau kerja di rumah, harus tetap disiplin. Karena pola pikir yang kerja di ruangan dan di luar kantor itu beda. Jangan sampai kerja di rumah, seakan-akan dimanjakan,” katanya.

Baca Juga :  PPKM Level 4 Diperpanjang, Operasional Ditambah

Namun dia berharap, sebelum benar-benar diterapkan di lingkungan pemerintahan, dapat dikaji dan dikemas dengan baik. Apalagi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sekiranya dengan kebijakan ini lebih efektif. “Memang perlu ditinjau dulu. Jangan sampai berhenti di tengah jalan, atau justru semakin merugikan. Rugi itu tidak hanya dari sisi materiel, tapi waktu dan tenaga,” tutupnya.

 

PERLU MEREVISI ATURAN

Sekretaris Badan Kepegawaian, Pelatihan dan Pendidikan (BKPP) Tarakan Muhammad Sa’aduddin Hakim mengatakan, bahwa hasil kinerja dan kedisiplinan 3.125 ASN di Tarakan relatif baik.

Berkaitan dengan wacana ASN bekerja lewat rumah, pria yang akrab disapa Didin ini menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS Pasal 3 angka 11 tentang kewajiban, masih menuntut ASN untuk masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja.

“Artinya secara normatif, kami masih harus masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Ini menghasilkan kontra dengan wacana untuk bekerja dari rumah,” ungkapnya, Sabtu (30/11).

Ketentuan jam kerja ASN dalam sepekan minimal 37,5 jam. Sehingga dari Senin hingga Jumat, ASN dengan jabatan fungsional, eselon I, II, III dan IV memiliki waktu yang sama dalam bekerja.

“Kalau masuk kerja itu dari jam 07.30 dari Senin sampai Kamis, sampai 15.30 WITA. Kalau istirahatnya itu sebenarnya hanya untuk makan dan salat bagi yang muslim. Istirahatnya relatif, intinya ASN harus terpenuhi 37,5 jam dalam sepekan,” jelasnya.

Pada dasarnya ASN tidak memiliki jadwal istirahat. Sebab sebenarnya ASN hanya diberi waktu istirahat saat makan siang dan salat. Namun, karena lokasi Kota Tarakan yang dekat sehingga kebanyakan ASN memilih pulang ke rumah untuk beristirahat. “Tapi kalau di kota-kota besar, ASN itu tidak ada yang pulang, palingan makan di sekitar, di kantin, kemudian kembali bekerja,” ucapnya.

Sehingga jika harus bekerja di tempat kerja, maka menurutnya sedikit kontradiktif dengan wacana bekerja dari rumah. Sehingga jika memang akan diterapkan, aturan tersebut harus direvisi, yakni ketentuan jam kerja dan masuk kerja tersebut. “Kalau yang pelayanan langsung tidak mungkin mau bekerja di rumah. Selama belum ada petunjuk teknis pelaksanaan terkait kebijakan itu, maka kami belum bisa berandai-andai. Saya berpikir, adanya wacana itu karena sekarang ini era teknologi yang bisa menghemat waktu. Bisa bekerja lewat email. Yang bisa menerapkan pekerjaan di rumah itu adalah ASN yang bekerja sebagai administrasi,” pungkasnya.

Baca Juga :  Minim Kejuaraan Lokal, Atlet Lesu

 

BKD: BUKAN NGANTOR DI RUMAH

Sementara,Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalimantan Utara (Kaltara), Burhanuddin menegaskan, untuk di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara, tidak ada ditetapkan sistem ASN berkantor di rumah.

“Kalau di kami, bukan ngantor di rumah. Tapi, di rumah pun pelayanan tetap dapat dilakukan. Bahkan di luar jam kerja sekali pun,” tegas Burhanuddin saat ditemui di Tanjung Selor pekan lalu.

Artinya, jika ada pekerjaan yang belum sempat selesai di kantor, tidak ada masalah jika diterima di rumah atau di tempat lain di luar kantor. Namun, hal ini biasa dilakukan dalam keadaan tertentu. “Seperti saya selaku kepala BKD tentu bisa saja menerima orang-orang yang ingin berkonsultasi terkait rekrutmen CPNS yang dilakukan saat ini atau terkait hal lain yang melekat di diri saya,” jelasnya.

“Jadi, untuk menyelesaikan suatu pekerjaan itu, kita tidak harus nunggu di kantor. Kita tidak boleh memaksakan untuk melayani segala urusan itu harus di kantor. Kalau seperti ini, bukan sifat pelayanan. Sebab, pelayanan itu, di mana pun kita harus melayani. Tidak ada jam kantor, selagi kita bisa, harus kita layani,” sambungnya.

Namun, ada memang hal-hal yang bersifat teknis dan harus diselesaikan di kantor. Seperti pelayanan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) dalam hal pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), misalnya.

“Jika sarana pendukungnya memang ada di kantor, maka kita harus lakukan itu di kantor. Tapi kalau seperti penjelasan yang melekat pada diri kita, tentu tidak ada masalah jika kita layani di mana pun,” jelasnya. (shy/*/one/iwk/lim)

Terpopuler

Kerangka Pengurus Masih Disusun

Persiapan Atlet ke PON 2020 Masih Minim

Artikel Terbaru