TARAKAN – Pihak pemohon praperadilan perkara dugaan pemalsuan dokumen lahan yang melibatkan mantan camat Tarakan Utara yaitu AR, membacakan permohonan praperadilan. Sidang praperadilan tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri Tarakan, Senin (30/1). Pembacaan permohonan para pemohon dibacakan oleh kuasa hukum dari tersangka SA, RS dan BDN yaitu Agustan.
Saat dikonfirmasi, Agustan menyatakan bahwa dalam permohonan praperadilan para kliennya yaitu AR, SA, RS dan BDN menyatakan bahwa harusnya dugaan pemalsuan dokumen lahan tersebut masuk dalam ranah sengketa administratif atau perdata. Namun para kliennya tersebut malah ditetapkan sebagai tersangka.
“Kalau seperti ini bukan pidana, tetapi harus melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dimaksud dalam Perma Nomor 2 Tahun 2019,” katanya, Senin (30/1).
Dalam pemohonnya, pihaknya menilai bahwa termohon tidak teliti dalam melakukan penyelidikan perkara tersebut. Bahkan pihaknya menanggap bahwa termohon bertindak kesewenang-wenangan dan tidak profesional serta dianggap melanggar hak asasi manusia.
“Hal ini telah melanggar Perkap 12 Tahun 2009, Pasal 21 dan Pasal 184 KUHAP,” ucapnya.
Dalam perkara itu, jelas Agustan, dugaan pemalsuan dokumen lahan itu menyeret kliennya terjadi pada tahun 2017 lalu. Saat itu klien yaitu AR menjabat sebagai camat Tarakan Utara. Sementara itu RS sebagai staff di Tata Pemerintahan, SA sebagai kepala Seksi Tata Pemerintahan dan BDN sebagai lurah Juata Kerikil.
“Jadi apa yang dilakukan oleh klien kami ini sudah sesuai dengan tupoksinya sebagai aparatur negara saat pelepasan tanah. Kami menilai bahwa penerapan hukum yang salah dilakukan Polda Kaltara. Karena ini ranah perdata, bukan pidana. Surat yang dianggap salah itu kan sebenarnya tidak salah. Penempatan lokasi itu juga bukan klien saya,” imbuhnya.
Baca berita selengkapnya di Koran Radar Tarakan atau berlangganan melalui Aplikasi Radar Tarakan yang bisa di download di :