Ilustrasi

TANJUNG SELOR – Direktur Utama (Dirut) PT Banyu Telaga Mas (BTM) berinisial N kembali menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka atas kasus dugaan praktik tambang emas ilegal di Sekatak, Bulungan. Penasihat hukum (PH) N, Hendrik Kusnianto menyatakan bahwa kliennya sebagai Dirut BTM diposisikan sebagai pemberi perintah atas kegiatan penambangan ilegal yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. “Nah, agenda pemeriksaan kemarin (26/4). Penyidik menggali informasi terkait aliran dana serta adanya bekingan dari oknum terkait aktivitas penambanagan ilegal tersebut,” kata Hendrik kepada Radar Kaltara, Kamis (27/4).

Berkaitan hal tersebut, Hendrik memastikan hal tersebut tidak benar. Apalagi saat ini BTM belum mendapatkan profit. “Jadi, kalau terkait aliran dana ke beberapa pejabat itu tidak benar. Begitu juga dengan bekingan,” ungkapnya.

Sebelumnya, sambung Hendrik, memang ada kontrak kerja sama antar BTM dengan masyarakat. Namun, kerja sama itu hanya sebatas pinjam pakai alat. “Jadi, ada tiga kelompok yang mendapat kontrak kerja sama dengan BTM. Tetapi, kontraknya hanya sebatas pinjam pakai alat untuk pematangan lahan. Bukan melakukan untuk melakukan aktivitas pertambangan. Tetapi, per 19 Meret kontrak kerja sama itu sudah dicabut, karena mereka tidak melakukan pekerjaan di lokasi yang sudah ditetapkan,” ungkapnya.

Baca Juga :  Ini Peran Dua Karyawan JNE yang Ditetapkan Tersangka Kosmetik Ilegal

Berkaitan dengan aktivitas penambangan ilegal, BTM mengaku sudah melakukan identifikasi. Disana, ada sekitar 50 kelompok yang melakukan penambangan. “Tetapi, untuk melakukan penataan itu tidak semudah membalik telapak tangan. Tetapi, penataan ini sudah masuk ke dalam renstra (rencana strategis) perusahaan untuk melakukan penataan,” bebernya.

Direncanakan, semua kelompok dapat terakomodasi. Karena itu, tahun ini BTM berencana untuk  mencari lahan untuk masyarakat yang melakukan aktivitas pertambangan sesuai aturan yang berlaku. “Kita akan melibatkan pemerintah daerah dan kepolisian dalam proses penataan itu, karena sekarang ini banyak masyarakat yang melakukan aktivitas pertambangan di atas lahan konsesi BTM seluas 4.700 hektare (ha),” ujarnya.

Di lapangan, lanjut dia, penyidik menemukan adanya sianida di lokasi tersebut. “Tetapi, kami tidak tahu sianida itu miliki siapa. Mangkanya kami sampaikan ke penyidik agar mendalami temuan tersebut. Yang pasti bukan dari BTM,” tegasnya.

Baca Juga :  Dua Pria Ini Diciduk Polisi Saat Diduga Transaksi Sabu

Sebab, sesuai kontrak kerja sama. Mereka hanya diminta untuk melakukan pematangan lahan. Karena di lokasi itu rencananya akan dibangun mesin dan sebagainya. “Kami berharap penyidik mendudukan permasalahan ini secara fair (adil). Iya, karena BTM ini sebagai pemilik IUP (izin usaha pertambangan),” ungkapnya.

Menurutnya, sangat tidak masuk akal jika BTM diposisikan sebagai penambang ilegal. Jikapun masyarakat dipermasalahkan karena tidak mengantongi Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) yang dipersyaratkan untuk kegiatan pertambangan. Itu merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memaksimalkan peran masyarakat. “Masyarakat banyak meminta pekerjaan dengan BTM. Tetapi, pekerjaan yang diberikan sesuai kemampuan perusahaan,” ujarnya.

Apalagi sampai saat ini rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) belum terbit. Sehingga, BTM belum fokus untuk melakukan aktivitas penambangan. “Tetapi, persiapan sudah mulai dilakukan. Jadi, belum ada aktivitas penambangan. Tetapi, banyak masyarakat yang diamankan itu mengaku mendapatkan perintah dari kliennya,” bebernya.

Baca berita selengkapnya di Koran Radar Tarakan atau berlangganan melalui Aplikasi Radar Tarakan yang bisa di download di :