SELAMA 2018, Kantor Imigrasi Kelas II Tarakan sudah mendeportasi 10 warga negara asing (WNA) ke negaranya masing-masing. Dari pemulangan itu, warga Filipina paling banyak.
Kepala Seksi Lalu Lintas dan Izin Keimigrasian pada Kantor Imigrasi Tarakan Muhammad Fakhruzi menuturkan, dari 10 WNA yang dipulangkan itu terbelit berbagai kasus. Mulai dari illegal fishing hingga melewati batas perairan setelah ditemukan terombang-ambing di laut teritorial Indonesia, tepatnya di Kaltara.
“ke-10 WNA sudah kami pulangkan. Karena untuk batas diamankan di Imigrasi Tarakan itu memang ada waktunya yakni maksimal 30 hari, tidak boleh lebih. Jika lebih, maka selanjutnya dikirim ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Balikpapan. Tapi, dari itu semua sudah dipulangkan,” ungkap Fakhruzi.
Saat disinggung pemulangan terakhir yang dilakukan Imigrasi, Fakhruzi menyebutkan pemulangan terakhir dilakukan terhadap lima nelayan asal Filipina yang ditemukan terombang-ambing di laut Kaltara selama empat hari. Ia menjelaskan dalam prosesnya, petugas sempat kesulitan dalam proses dokumen lima WNA. “Kesulitan itu ada, terutama soal kelengkapan dokumen pemulangan dari Konsulat Filipina yang memang membutuhkan waktu. Karena harus dilakukan pengecekan dan verifikasi dokumen terlebih dahulu terhadap kelima WNA tersebut,” jelasnya.
Adapun lima dari sepuluh nama-nama WNA yang dipulangkan tersebut di antaranya Kidz Atinih (30), Bonsan Alano (38), Samad (52), Asrab Sahibo (19) dan Denton (33). Kelimanya ditemukan terombang-ambing di lautan lantaran mesin kapal yang mereka gunakan mengalami kerusakan. Akibatnya, lima warga Filipina yang berasal dari Tawi-Tawi tersebut harus terombang-ambing di laut hingga masuk ke perairan Indonesia.
“Kalau yang lima nelayan WNA itu kan karena mesin kapal mereka rusak. Dan memang dari hasil pemeriksaan kami, nelayan ini melakukan kegiatannya di perairan Filipina. Hanya mesin kapal mereka rusak hingga terdampar ke perairan Indonesia,” bebernya. (eru/lim)