TERJADINYA kebakaran yang berawal dari sebuah usaha BBM eceran di Kelurahan Sebengkok, Tarakan Tengah menjadi bukti kekhawatiran pemerintah jika jenis usaha tersebut membahayakan. Kebakaran dipicu karena aspek keamanan yang tak dipenuhi.
Wakil Wali Kota Tarakan Effendhi Djuprianto mengungkapkan, Pemkot akan melakukan pembahasan terkait masa depan aktivitas pom mini. “Secepatnya kami akan melakukan pertemuan agar bagaimana untuk mengamankan ke depannya, agar kejadian ini tidak terulang lagi. Sebetulnya, Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM juga sebelumnya melakukan sidak menertibkan pom mini ini. Kami baru merancang regulasi ini dengan memanggil Pertamina. Karena terus terang yang memiliki wewenang terkait keberadaan pom mini ini adalah Pertamina,” ujarnya, kemarin (27/7).
Menurutnya, tata niaga telah diatur dalam UU Migas. Selanjutnya, tak ada pelaku BBM eceran seperti pom mini yang diamanatkan dalam UU.
“Ini kan kemarin sudah kami pelajari, pertama persoalan dengan keberadaan mereka yang bukan pada tempatnya, dalam artian dari segi keamanan. Karena mereka beroperasi tanpa ada konfirmasi terlebih dahulu kepada pemerintah, yang jelas kami nanti akan melakukan pertemuan untuk membicarakan ini,” tukasnya.
Walau demikian, ia menegaskan pemerintah akan segera mengambil sikap setelah melakukan pertemuan bersama pihak terkait. “Yang jelas dalam waktu dekat ini kami mengambil keputusan terkait aktivitas pom mini di Tarakan,” tuturnya.
Plt Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Tarakan Hanif menjelaskan sedikitnya terdapat 17 pom mini yang tersebar di wilayah Tarakan. Ia mengaku, pihaknya siap mengambil sikap tegas jika diperkenankan.
“Sementara dari data yang terpantau ada 17 pom mini yang tersebar di Tarakan. Itu dari pantauan kita di bulan Juli. Kami masih menunggu instruksi dari Pak Wali (dr. Khairul) dan kami selalu siap menertibkan kapan pun,” tuturnya.
Dikatakannya, pihaknya menyadari jika aktivitas pom mini tidak diperbolehkan secara regulasi. Meski demikian, pihaknya juga tidak dapat melakukan penindakan tanpa adanya instruksi khusus pemangku jabatan tertinggi birokrasi. Mengingat, persoalan ini juga masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
“Yang jelas di luar SPBU dan APMS itu tidak boleh menperjualbelikan BBM. Mereka jelas melanggar undang-undang. Tapi kami juga tidak bisa seenaknya melakukan penyitaan. Kami mengikuti kebijakan dan instruksi pemerintah,” jelasnya.
PREMIUM DIHAPUS DARI SPBU
Melalui kasus tersebut, Wali Kota juga meminta agar pihak Pertamina dapat menyalurkan BBM jenis premium tidak melalui SPBU.
Wali Kota Tarakan, dr. Khairul, M.Kes, mengatakan, bahwa pihaknya telah memberikan peringatan kepada masyarakat tentang bahaya penjualan BBM. “Tapi tetap tidak diindahkan, bahkan kami dianggap menghalang-halangi masyarakat untuk mencari nafkah,” ungkapnya.
Khairul menjelaskan bahwa pada dasarnya pemerintah mengatur tata niaga agar tidak merugikan dan membahayakan orang lain. Jika terjadi kebakaran, tak hanya penjual yang terdampak akibat, namun masyarakat lain pun akan menjadi korban.
Khairul juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah memiliki satu niat pun untuk menghambat usaha masyarakat. Namun tetap masyarakat berkewajiban untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah agar tidak menimbulkan bahaya di lingkungan masyarakat.
Melalui hal tersebut, Khairul menyatakan bahwa pihaknya telah meminta kepada pihak Pertamina untuk tidak melakukan penyaluran BBM jenis premium di SPBU. Akan tetapi menyediakan satu tempat khusus agar penyaluran BBM jenis premium dapat tepat sasaran khususnya kepada para nelayan kecil dan tidak menjadi “bancakan” bagi oknum yang sebenarnya tidak berhak menikmati premium.
“Nanti akan kami kirimkan surat resmi kepada Pertamina. Mudah-mudahan Pertamina juga mau mengindahkan imbauan kami, karena memang yang punya otoritas tata niaga BBM ini adalah pemerintah pusat melalui Pertamina. Mudah-mudahan kejadian ini memberikan penyadaran kepada masyarakat untuk taat asas dan aturan,” harapnya. (*/zac/shy/lim)