TARAKAN – Kejadian yang dialami Lukas Yusuf (42), warga RT 17 Kelurahan Karang Harapan, Tarakan Utara yang harus membayar tagihan air hingga Rp 4 juta pada periode pemakaian Januari 2018 bukanlah kasus baru di PDAM Tirta Alam. Kasubag Hubungan Pelanggan pada PDAM Tirta Alam Lodang Herman Wijaya mengakui jika selama ini telah terjadi kesalahan atas kelalaian dari delapan petugasnya yang saat itu berstatus pekerja PDAM. Ia mencontohkan beberapa kasus yang seharusnya pelanggan membayar 50 kubik, namun di tangan jurut catat meteran hanya tertulis 20 kubik.
Bahkan, Lodang menyebutkan secara terbuka jika kasus yang dialami Lukas adalah keluhan yang kesekian kali dari pelanggan. Hal itu kerap menimpa pelanggan di Kelurahan Juata Harapan, Juata Kerikil, Karang Anyar, dan Karang Harapan. “Makanya itu kami di sini (PDAM) susah move on. Setiap hari yang kami hadapi itu saja terus menerus. Sampai-sampai ada yang mengamuk ke kantor karena tagihannya tiba-tiba tinggi,” ungkap Lodang.
Namun ditegaskan Lodang, delapan oknum yang disebutkan semuanya dipecat dari PDAM. Lantaran dinilai merugikan perusahaan. “Empat oknum itu sudah dipecat sebelum ada Pak Usman menjabat. Dan saat Pak Usman mejabat juga lagi-lagi ada tiga oknum kami pecat. Yang kesemuanya bertugas bagian pencatatan,” tegasnya.
Terungkapnya kelalaian petugas ini, lanjut Lodang setelah pemberlakuan sistem Android Catat Baca Meter Sistem (Aurora). Dengan sistem tersebut foto meteran setiap pelanggan tertera jelas dan sangat sulit dimanipulasi. Tak hanya itu, di lapangan juga Lodang menyebutkan jika ada oknum pelanggan yang menggunakan di luar seharusnya. “Kami juga bingung bagaimana bisa yah. Kok bisa tersalurkan ke yang lain,” bebernya.
Saat disinggung kembali siapa yang harus bertanggung jawab dalam kasus ini, Lodang menjelaskan bahwa mau tidak mau konsumen harus menanggung. “Kebocoran ini tentunya akan kami pertanggungjawabkan ke BPK. Selain itu juga untuk pajaknya juga kami harus bayar ke Samsat untuk bayar airnya. Karena biaya produksi kami itu kan besar. Tetapi yang menjadi hasil malah kecil, bak buah simalakama jadinya. Dia tidak bayar berarti tidak bisa lanjut, jadi mohonlah untuk dicicil,” jelasnya.
Humas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kaltara Arif saat dikonfirmasi akan kasus tersebut mengungkap jika selama pelanggan yang bersangkutan mengakui sebagai piutang, PDAM mesti menagihnya. Kecuali dihapuskan, itu pun harus ada prosesnya lagi agar bisa memenuhi syarat. “Ini sama seperti orang menunggak nggak mau bayar. Hukumannya putus sambungan kan? Risiko bisnis,” bebernya.
Arif belum bisa menjawab bagaimana jika pelanggan menolak pembayaran, karena kesalahan bukan berasal dari pelanggan. “Saya tidak bisa menjawab karena BPK belum melakukan pemeriksaan secara komprehensif atas operasional PDAM. Kami tidak bisa melihat dari satu kejadian saja, tapi operasional menyeluruhnya harus dipelajari baru bilang ini temuan atau bukan,” tukasnya. (eru/lim)