TARAKAN – Sebagai negara Bahari Indonesia memiliki lautan yang cukup luas serta merupakan negara penghasil sumber perikanan terbesar di dunia. Sehingga kondisi itu membuat pemerintah harus benar-benar menjaga ekosistem laut agar tidak rusak oleh aktivitas penangkapan ikan yang dilarang. Seperti menggunakan pukat kursi dan melakukan pengeboman yang dapat merusak habitat terumbu karang.
Saat dikonfirmasi, Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tarakan, Johanis Johniforus Medea menerangkan, di tahun 2022 lalu ditemukan 5 kasus penangkapan ikan dengan cara yang tidak diperbolehkan. Tiga kasus di antaranya dilakukan nelayan yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia di perairan Sebatik Kaltara.
“Di tahun 2022 lalu, telah terjadi 5 kasus pemboman ikan di perairan Sebatik, 3 kasus diantaranya dilakukan nelayan dari Malaysia. Telah kita amankan untuk proses tindak pidana. Kami selalu mengingatkan kepada seluruh nelayan dan penggiat penangkapan ikan, setiap tindakan penangkapan dengan cara bom dan setrum, akan menghadapi konsekuensi tindak hukum pidana,”ujarnya, (17/2/2023).
Dijelaskannya, berdasarkan UU 31 Tahun 2004, tentang Perikanan, setiap orang yang melakukan penangkapan ikan dengan cara merusak ekosistem dapat dikenakan tindak pidana. Lanjutnya, sejauh ini PSDKP berstatus instrumen pengawasan aktivitas penangkapan ikan juga telah melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
“Kami memiliki kewenangan di atas 12 mil, dan di bawah itu berdasarkan UU 23 2014 tentang pemerintah daerah tentang pengelolaan sumber daya kelautan, itu menjadi kewenangan provinsi. Pada 2022 lalu, kami juga membantu mengungkap 2 kasus setrum ikan di hulu sungai selatan,”bebernya.
Lanjutnya, PSDKP Tarakan juga terlibat pada pengawasan konflik Nelayan tangkap Nelayan yang sering terjadi di wilayah perairan Kaltara, diantara nelayan Bunyu dan Tarakan akibat alat tangkap kurau atau pukat. Kata dia, dalam hal ini pihaknya menunggu laporan dari pusat kemudian menjalankan perannya untuk menggali temuan pelanggaran hukum, yang dilakukan oleh oknum nelayan.
“Di tahun ini ada persoalan nelayan Bunyu dan Tarakan yang sering konflik terkait alat tangkap kurau. Kami diminta provinsi membantu menanggapi persoalannya dan langsung kami tindaklanjuti, kemudian mengenai sanksi kami ke provinsi,”pungkasnya. (zac/har)