TARAKAN – Semakin mendekati pelaksanaan Iduladha atau hari Raya Kurban, membuat penjualan sapi seharusnya semakin meningkat. Namun berbeda di tahun ini, penjualan sapi justru semakin menurun hingga membuat pedagang sapi melakukan ‘banting’ harga.
Kepada Radar Tarakan, salah satu pedagang sapi yang berada di Jalan Bhayangkara/Pasir Putih, Sudirman mengatakan bahwa ia merupakan masyarakat asal Bone, Sulawesi Selatan sehingga sapi-sapi yang ia pajang merupakan sapi asal Sulawesi Selatan yang dikirim melalui kapal.
“Saya ada bawa 100 ekor sapi, tapi disebar. Ada yang ke Tarakan, Malinau dan Tanjung Selor,” ujar Sudirman.
Setiap tahun, Sudirman selalu melakukan perjalanan dengan sapi-sapi peliharaannya. Sebab, menurut Sudirman pengiriman sapi hidup secara langsung sedikit lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan menjual daging sapi.
“Kalau jual daging, sedikit saja untungnya karena kita banyak keluarkan modal untuk biaya operasional. Karena banyak tenaga yang dipakai untuk memotong daging. Jadi kalau saya, lebih baik berangkat,” katanya.
Memang, dalam satu hari Sudirman biasanya mendapatkan satu pelanggan yang ingin membeli sapi yang ia jual. Namun ia mengakui bahwa dirinya mengalami pengurangan konsumen. Hal ini dikarenakan jumlah pembeli sapi yang tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya.
“Kalau dulu, sebentar saja ini laku sudah. Tapi sekarang, aduh susah sekali,” tutur Sudirman. (shy/udn)
Selengkapnya baca koran Radar Tarakan edisi Rabu, (14/7).
Pembeli Sapi Kurban Menurun, Pedagang ‘Banting’ Harga

TARAKAN – Semakin mendekati pelaksanaan Iduladha atau hari Raya Kurban, membuat penjualan sapi seharusnya semakin meningkat. Namun berbeda di tahun ini, penjualan sapi justru semakin menurun hingga membuat pedagang sapi melakukan ‘banting’ harga.
Kepada Radar Tarakan, salah satu pedagang sapi yang berada di Jalan Bhayangkara/Pasir Putih, Sudirman mengatakan bahwa ia merupakan masyarakat asal Bone, Sulawesi Selatan sehingga sapi-sapi yang ia pajang merupakan sapi asal Sulawesi Selatan yang dikirim melalui kapal.
“Saya ada bawa 100 ekor sapi, tapi disebar. Ada yang ke Tarakan, Malinau dan Tanjung Selor,” ujar Sudirman.
Setiap tahun, Sudirman selalu melakukan perjalanan dengan sapi-sapi peliharaannya. Sebab, menurut Sudirman pengiriman sapi hidup secara langsung sedikit lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan menjual daging sapi.
“Kalau jual daging, sedikit saja untungnya karena kita banyak keluarkan modal untuk biaya operasional. Karena banyak tenaga yang dipakai untuk memotong daging. Jadi kalau saya, lebih baik berangkat,” katanya.
Memang, dalam satu hari Sudirman biasanya mendapatkan satu pelanggan yang ingin membeli sapi yang ia jual. Namun ia mengakui bahwa dirinya mengalami pengurangan konsumen. Hal ini dikarenakan jumlah pembeli sapi yang tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya.
“Kalau dulu, sebentar saja ini laku sudah. Tapi sekarang, aduh susah sekali,” tutur Sudirman. (shy/udn)
Selengkapnya baca koran Radar Tarakan edisi Rabu, (14/7).