27.7 C
Tarakan
Saturday, September 23, 2023

Jadi Boneka, Bawa Pesan Budaya Kaltara

Seiring perkembangan zaman, konsumsi rumah tangga pun semakin meningkat, apalagi perihal sampah plastik. Seperti diketahui, sampah plastik ini sangat sulit terurai di tanah. Ini pun menjadi perhatian tersendiri untuk menjaga kelestarian lingkungan dari limbah yang berbahaya.

 

LISAWAN YOSEPH LOBO

 

MENGOLAH sampah plastik sangatlah penting. Seperti limbah dari botol plastik, diolah kembali menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual tinggi. Apalagi kalau bukan kerajinan tangan, seperti boneka.

Inilah yang ditekuni oleh Suhartati. Wanita berusia 48 tahun ini mengaku baru memulai usahanya dua tahun belakangan. Diceritakannya, awalnya ia tak berniat hasil kerajinannya ini diperjualbelikan.

Maklum, sejak berusia sekitar 10 tahun ia pun sudah hobi merajut. Entah itu membuat tas maupun topi. Di samping pekerjaannya sebagai aparatur pemerintahan, ia pun tak begitu fokus pada kebiasaan merajutnya ini.

Suatu ketika, ia menemani putrinya yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) kelas V menyelesaikan tuga di sekolah. Perasaannya jenuh, tanpa aktivitas apa-apa.

Ia pun kembali menekuni hobi, merajut boneka untuk putrinya. Bertepatan saat itu, di Tarakan ada kegiatan nasional yakni Seleksi Tilawatil Quran (STQ) Nasional XXIV, 2017 lalu.

Dalam kesempatan itu pun ia mencoba memamerkan hasil karyanya. Alhasil laku terjual 24 boneka.

“Rencana untuk buat mainan anak, tapi dia malah nggak mau. Karena ini banyak, mau buat apa. Jadi pas ada STQ, saya jual. Alhamdulillah penghasilannya lumayan, jadi saya teruskan,” katanya mengawali cerita.

Meski dari kecil ia sudah terbiasa merajut benang wol, namun merajut boneka baru dilakukannya. Itu pun secara autodidak melalui internet.

Baca Juga :  Akhir September, Tarakan Buka Kuota PPPK

“Dasar merajutnya sudah ada dari kecil, bawaan dari ibu. Tapi buat bonekanya ini baru, lihat dari internet,” terang ibu dari tiga anak ini.

Terus berjalan, Suhartati pun memikirkan bagaimana mengakali agar boneka rajutannya itu bisa berdiri. Suatu ketika, saat ia duduk menikmati minuman segar di daerah Islamic Center, tak sengaja ia melihat botol plastik. Ide memanfaatkan limbah ini pun akhirnya muncul dibenaknya.

“Waktu itu duduk-duduk sama suami dan anak. Saya lihat ada botol, jadi langsung ada ide kalau limbah ini bisa dimanfaatkan untuk kaki boneka supaya bisa berdiri,” jelasnya.

Ia pun mencoba memanfaakan potongan botol plastik di bagian kaki boneka. Boneka yang memiliki telapak kaki ini pun bisa berdiri sesuai dengan perkiraannya.

Semenjak itu, setiap keluar rumah sembari ia melirik limbah botol plastik yang dapat didaur ulang. Dikumpulkannya agar dapat dimanfaatkan, sehingga limbah tersebut tak terbuang sia-sia, tetapi memiliki nilai jual. Mulai rutin ditekuninya, rumah produksinya pun tak lain di kediamannya sendiri.

“Setiap jalan, kalau ada botol pasti diambil. Kalau kotor kita cuci, bersihkan supaya bisa dimanfaatkan. Kadang minta sama tetangga juga, jadi memanfaatkan limbah,” bebernya saat ditemui di Jalan Perumnas, RT 4, Nomor 8A, Kampung Empat.

Tak hanya limbah botol plastik. Kardus bekas pun dimanfaatkan untuk bagian piring berdirinya boneka. Siapa yang menyangka itu merupakan kardus bekas, jika sudah dibungkus sedemikian rupa dengan warna-warni yang menarik.

Baca Juga :  Persiapkan 3 Lomba, Berhasil Menjadi Juara Dunia

Membuat satu boneka ini tidaklah mudah. Paling tidak membutuhkan waktu berhari-hari untuk menyelesaikan. Tingkat kesulitannya pun berbeda-beda. Apalagi saat ini, ia pun membuat boneka yang menggambarkan khas dari Tarakan, yakni boneka dengan model adat Tidung.

Ia pun harus memikirkan polanya dan bagaimana mendeskripsikan pakaiannya melalui rajutan benang wol.

“Saya kan kerja di kelurahan juga, jadi buat boneka juga sambil-sambil. Satu boneka itu biasanya tiga sampai empat hari baru jadi. Kalau dua hari penuh tanpa ada kegiatan, bisa dapat satu. Jadi kalau sebulan itu mungkin lima sampai enam boneka,” katanya.

Boneka mungil dan cantik dengan warna-warninya. Boneka yang memiliki ukuran 30 centimeter ini pun dipatok dengan harga kisaran Rp 200 ribu hingga Rp 210 ribu. Meski baru memulai dua tahun lalu, siapa sangka hasil karyanya ini sudah merambah hingga ke luar negeri.

Nggak hanya di seputaran Kaltara (Kalimantan Utara) saja. Di luar kota seperti di Batam, Blitar juga. Bahkan sudah keluar negeri, waktu ada kegiatan Kementerian Luar Negeri waktu April tahun lalu, sudah ikut pameran internasional,” kenangnya.

Tentu ini menjadi peluang untuk karyanya. Melalui rajutan benang wolnya dan memanfaatkan limbah, ia mencoba memperkenalkan kebudayaan Kalimantan Utara melalui boneka.

“Jadi sekarang itu ada permintaan buat boneka adat Tidung. Jadi harapan ke depannya pemerintah terus campur tangan, semoga ada kesempatan dibawa keluar negeri. Kami juga dibawah naungan Fokutara UMKM, dinas perdagangan, semoga didukung terus,” harapnya. (***/lim)

Seiring perkembangan zaman, konsumsi rumah tangga pun semakin meningkat, apalagi perihal sampah plastik. Seperti diketahui, sampah plastik ini sangat sulit terurai di tanah. Ini pun menjadi perhatian tersendiri untuk menjaga kelestarian lingkungan dari limbah yang berbahaya.

 

LISAWAN YOSEPH LOBO

 

MENGOLAH sampah plastik sangatlah penting. Seperti limbah dari botol plastik, diolah kembali menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual tinggi. Apalagi kalau bukan kerajinan tangan, seperti boneka.

Inilah yang ditekuni oleh Suhartati. Wanita berusia 48 tahun ini mengaku baru memulai usahanya dua tahun belakangan. Diceritakannya, awalnya ia tak berniat hasil kerajinannya ini diperjualbelikan.

Maklum, sejak berusia sekitar 10 tahun ia pun sudah hobi merajut. Entah itu membuat tas maupun topi. Di samping pekerjaannya sebagai aparatur pemerintahan, ia pun tak begitu fokus pada kebiasaan merajutnya ini.

Suatu ketika, ia menemani putrinya yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) kelas V menyelesaikan tuga di sekolah. Perasaannya jenuh, tanpa aktivitas apa-apa.

Ia pun kembali menekuni hobi, merajut boneka untuk putrinya. Bertepatan saat itu, di Tarakan ada kegiatan nasional yakni Seleksi Tilawatil Quran (STQ) Nasional XXIV, 2017 lalu.

Dalam kesempatan itu pun ia mencoba memamerkan hasil karyanya. Alhasil laku terjual 24 boneka.

“Rencana untuk buat mainan anak, tapi dia malah nggak mau. Karena ini banyak, mau buat apa. Jadi pas ada STQ, saya jual. Alhamdulillah penghasilannya lumayan, jadi saya teruskan,” katanya mengawali cerita.

Meski dari kecil ia sudah terbiasa merajut benang wol, namun merajut boneka baru dilakukannya. Itu pun secara autodidak melalui internet.

Baca Juga :  Sejuta Vaksin Sehari, Daftar di Kodim

“Dasar merajutnya sudah ada dari kecil, bawaan dari ibu. Tapi buat bonekanya ini baru, lihat dari internet,” terang ibu dari tiga anak ini.

Terus berjalan, Suhartati pun memikirkan bagaimana mengakali agar boneka rajutannya itu bisa berdiri. Suatu ketika, saat ia duduk menikmati minuman segar di daerah Islamic Center, tak sengaja ia melihat botol plastik. Ide memanfaatkan limbah ini pun akhirnya muncul dibenaknya.

“Waktu itu duduk-duduk sama suami dan anak. Saya lihat ada botol, jadi langsung ada ide kalau limbah ini bisa dimanfaatkan untuk kaki boneka supaya bisa berdiri,” jelasnya.

Ia pun mencoba memanfaakan potongan botol plastik di bagian kaki boneka. Boneka yang memiliki telapak kaki ini pun bisa berdiri sesuai dengan perkiraannya.

Semenjak itu, setiap keluar rumah sembari ia melirik limbah botol plastik yang dapat didaur ulang. Dikumpulkannya agar dapat dimanfaatkan, sehingga limbah tersebut tak terbuang sia-sia, tetapi memiliki nilai jual. Mulai rutin ditekuninya, rumah produksinya pun tak lain di kediamannya sendiri.

“Setiap jalan, kalau ada botol pasti diambil. Kalau kotor kita cuci, bersihkan supaya bisa dimanfaatkan. Kadang minta sama tetangga juga, jadi memanfaatkan limbah,” bebernya saat ditemui di Jalan Perumnas, RT 4, Nomor 8A, Kampung Empat.

Tak hanya limbah botol plastik. Kardus bekas pun dimanfaatkan untuk bagian piring berdirinya boneka. Siapa yang menyangka itu merupakan kardus bekas, jika sudah dibungkus sedemikian rupa dengan warna-warni yang menarik.

Baca Juga :  Akhir September, Tarakan Buka Kuota PPPK

Membuat satu boneka ini tidaklah mudah. Paling tidak membutuhkan waktu berhari-hari untuk menyelesaikan. Tingkat kesulitannya pun berbeda-beda. Apalagi saat ini, ia pun membuat boneka yang menggambarkan khas dari Tarakan, yakni boneka dengan model adat Tidung.

Ia pun harus memikirkan polanya dan bagaimana mendeskripsikan pakaiannya melalui rajutan benang wol.

“Saya kan kerja di kelurahan juga, jadi buat boneka juga sambil-sambil. Satu boneka itu biasanya tiga sampai empat hari baru jadi. Kalau dua hari penuh tanpa ada kegiatan, bisa dapat satu. Jadi kalau sebulan itu mungkin lima sampai enam boneka,” katanya.

Boneka mungil dan cantik dengan warna-warninya. Boneka yang memiliki ukuran 30 centimeter ini pun dipatok dengan harga kisaran Rp 200 ribu hingga Rp 210 ribu. Meski baru memulai dua tahun lalu, siapa sangka hasil karyanya ini sudah merambah hingga ke luar negeri.

Nggak hanya di seputaran Kaltara (Kalimantan Utara) saja. Di luar kota seperti di Batam, Blitar juga. Bahkan sudah keluar negeri, waktu ada kegiatan Kementerian Luar Negeri waktu April tahun lalu, sudah ikut pameran internasional,” kenangnya.

Tentu ini menjadi peluang untuk karyanya. Melalui rajutan benang wolnya dan memanfaatkan limbah, ia mencoba memperkenalkan kebudayaan Kalimantan Utara melalui boneka.

“Jadi sekarang itu ada permintaan buat boneka adat Tidung. Jadi harapan ke depannya pemerintah terus campur tangan, semoga ada kesempatan dibawa keluar negeri. Kami juga dibawah naungan Fokutara UMKM, dinas perdagangan, semoga didukung terus,” harapnya. (***/lim)

Terpopuler

Pemain Siap Perkuat Kaltara

12 Perda Baru Ditetapkan

TNI AL Butuh Lahan Pangkalan Udara

Artikel Terbaru