TARAKAN – Belakangan pinjaman online (pinjol) dianggap sebagai salah satu solusi dalam memenuhi kebutuhan, baik untuk keperluan usaha, kebutuhan hidup maupun gaya hidup. Namun, masyarakat tetap diminta bijak dalam memanfaatkan pinjaman permodalan secara digital (online) tersebut. Bila tidak, pinjol justru akan menjadi musibah.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalimantan Timur dan Utara (Kaltimtara), Made Yoga Sudarma mengungkapkan, perputaran transaksi pinjaman modal setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan baik secara nasional maupun di daerah. Lanjutnya, untuk Kaltara sendiri menempati peringkat 32 dari 34 provinsi sesuai besaran transaksi peminjaman uang secara mikir pada per Juni 2023.
“Secara nasional, data pinjaman online di Indonesia pada bulan Juni 2023 tercatat all standing-nya sebesar Rp 52,7 triliun ini meningkat dari Mei 2023 yang tercatat sebesar Rp 51,46 triliun. Ini secara nasional yah. Dan dari jumlah tersebut, Rp 20,48 triliun di posisi Juni 2023, pengguna pinjol dari kelompok UMKM. Rp 20,48 triliun ini meningkat dari Mei 2023 yang tercatat sebesar 19,75 triliun jadi mengalami peningkatan juga dari sisi pengguna pinjol,” Jumat (8/9).
“Adapun pinjaman online di Kaltara, per Juni (tahun) 2023, tercatat sebesar Rp 62,74 miliar. Jadi dari total 34 provinsi yang tercatat dalam data kami sebagai pengguna pinjol, Kaltara ada di posisi 32 dari 34 provinsi dengan total pembiayaan Rp 62,74 miliar dengan total jumlah rekening pinjaman aktif mencapai Rp 41,164 miliar,” urainya.
“Kalau ditanya apakah pinjaman ini kondisinya lancar atau macet, dalam dunia perbankan kita sering mengenal istilah non performing loan (NPL), kalau di dunia pinjol ini kita mengenal tingkat wanprestasi (TWP) yang di atas 90 persen digolongkan macet. Untuk di Kaltara sendiri, TWP 90 hari ada di angka 1,66 persen. Jadi, masih dibawa acuan pengawasan TWP 90 yang ditetapkan oleh OJK yaitu maksimal 5 persen,” sambungnya.
Adapun peminjaman macet dan lancar juga terjadi. Meski begitu, ia memaparkan pinjaman macet masih di bawah rata-rata. Secara berkala selalu ada pinjaman macet pada transaksi peminjaman. Sehingga hal tersebut bukanlah baru dalam dunia keuangan. “Jadi, peminjaman bermasalah ini masih di bawah rata-rata yang diatur dalam ketentuan OJK. Itu dari sisi outstanding-nya yah. Dari sisi penyaluran totalnya akumulasi, sejak perusahaan didirikan dan Kaltara mengenal pinjol, totalnya itu mencapai Rp 678 miliar. Ini akumulasinya. Nah ini tumbuh dari posisi sebelumnya Mei 2023 Rp 661,87 miliar. Dari angka Rp 678 milliar tadi, outstanding-nya yang masih aktif sekarang ini ada di angka 62,74 milliar,” terangnya.
“Jadi sudah banyak juga pinjaman-pinjaman online ini yang statusnya sudah lunas. Itu mungkin dari catatan kami. Kalau kita flashback bagaimana munculnya pinjol adalah sebenarnya memberikan akses keuangan alternatif kepada dunia usaha. Namun posisi pinjol ini sudah masuk ke perbankan dalam segi administrasi, legalitas. Legalitas dalam artian kalau bengkel, warung, itu kan usahanya jelas yah kalau untuk dimodali perbankan,” sambungnya.
Adapun peminjam terlapor dari sejumlah usaha pinjol sebagian besar UMKM. Dikatakan, maraknya peminjaman modal yang menggunakan jasa pinjol mungkin tidak terlepas dari kemudahan serta masa pencairan yang dinggap lebih cepat. Kendati demikian, pihaknya mengimbau agar masyarakat dapat memverifikasi legalitas pinjol sebelum meminjam dana.
“Kemudian pinjol ini diunggulkan kecepatan dalam mencairkan pinjaman. Jadi memang memang asal-muasalnya pinjol itu untuk memberikan keuangan yang cepat berbasis teknologi pada dunia usaha dan UMKM. Kemudian kita juga harus melihat mana yang legal dan ilegal. Karena dalam POJK kita diatur bahwa yang legal tidak boleh mengiklankan melalui saluran komunikasi pribadi. Misalnya yang disampaikan melalui SMS dan WhatsApp. Jadi, kalau ada pinjaman melakukan iklan secara pribadi kemungkinan besar itu ilegal,” pungkasnya. (zac/lim)