30.7 C
Tarakan
Friday, March 24, 2023

Karang Anyar Zona Merah

HUJAN yang terjadi beberapa minggu ini membuat sejumlah titik di beberapa daerah terjadinya musibah. Tak hanya banjir tetapi juga bencana tanah longsor, yang merusak tempat tinggal beberapa warga, termasuk di Kelurahan Karang Anyar, Tarakan Barat.

Lurah Karang Anyar, Indrayadi Purnama Saputra menjelaskan awal 2019 ini sudah tercatat 16 titik bencana longsor di Kelurahan Karang Anyar, yang menimpa rumah warganya.

Sebetulnya tak hanya saat musim penghujan saja pihaknya mengantisipasi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Tetapi juga memberikan imbauan rutin kerja bakti dan menjaga kebersihan drainase.

“Tanpa adanya kejadian seperti itu (banjir dan longsor), mereka rutin kerja bakti terutama bersihkan drainase. Meskipun tidak menyeluruh, tapi biasanya masing-masing RT kerja bakti,” terangnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (4/4).

Sementara ini tak ada upaya lain selain mengimbau dan turut serta gotong royong membersihkan drainase. Paling tidak dari masyarakat sendiri sadar dan peduli dengan lingkungan untuk meminimalisir debit air.

Di beberapa lingkungan RT pun mulai menerapkan membenahi lingkungan semampu mungkin. Maklum, menunggu perbaikan-perbaikan dari pemerintah mekanismenya butuh proses. “Biasa kita menunggu informasi dari RT ini jadwalkan kerja bakti, jadi kita turun bersama-sama. Imbauan seperti itu yang bisa kita lakukan. Alhamdulillah kita sudah mulai ubah mindset masyarakat, jadi tidak hanya berpangku tangan sama pemerintah,” jelasnya.

Jika banjir dapat dieliminasi dengan rutin kerja bakti membersihkan drainase, bagaimana dengan bencana tanah longsor? Beberapa minggu ini bencana alam yang menimpa beberapa titik rumah warga di Kelurahan Karang Anyar ini.

Ia mengaku bencana tanah longsor maupun banjir merupakan bencana alam. Khusus warganya yang bertempat tinggal di titik-titik rawan longsor, pun sudah diimbau sebelumnya.

Dengan pertimbangan kondisi tanah, sebenarnya warga tidak diberi izin mendirikan rumah di daerah curam atau tebing ini. Namun apa daya, meski sudah diimbau, masyarakat tetap ingin mendirikan rumah di tanah tersebut.

Bagaimana tidak, sesuai dengan kemampuan perekonomian warga hanya tanah di daerah tersebut yang mampu dibeli. Itu pun sudah bertahun-tahun tinggal di daerah tersebut.

“Kalau longsor, secara teknis kita tidak bisa berbicara soal itu. Kita tanya ketua RT kenapa diizinkan mendirikan rumah di situ. Tapi katanya meski tidak diberikan izin, warga tetap membangun karena memang sanggupnya membangun di situ. Kalau ada uang mereka tidak mungkin beli tanah di situ. Bahasanya begitu, jadi kita tidak bisa setting hal-hal yang begitu,” katanya.

Baca Juga :  Dua RT 'Digasak' Si Jago Merah

Padahal untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB) di dataran tinggi, dengan kemiringan di bawah 30 derajat. Ia mengaku, dari pihak kelurahan tidak mempunyai kewenangan untuk melarang hingga membongkar bangunan rumah warga.

Sepanjang sudah memberikan imbauan dan teguran, hasil akhirnya berpulang dari masing-masing indvidu.

“Yang pasti aturannya tidak boleh mendirikan rumah di atas 30 derajat kemiringannya, kalau tidak salah. Kalau di atas tebing  begitu tidak punya izin. Tapi tetap membangun karena merasa punya tanah di situ,” bebernya.

Ia menjelaskan sepanjang awal 2019 ini, ada 16 titik total kejadian bencana tanah longsor. Meski tak ada korban jiwa, tetapi terdapat satu warga di RT 70 yang mengalami luka pada bagian kaki.

“Ada dua kejadian, beberapa minggu lalu dan minggu kemarin ini yang 13 titik. Yang sebelumnya itu ada tiga titik, jadi totalnya sudah 16 titik,” jelasnya.

Salah seorang korban bencana tanah longsor, warga RT 26, Kelurahan Karang Anyar, menimpa kediaman Krisyanti, yang terjadi pada Sabtu (23/3) beberapa pekan lalu. 

Krisyanti menjelaskan tepat pukul 07.30 WITA saat itu, bukit di belakang rumahnya ini ambruk dan menghantam bagian belakang rumahnya.

“Awalnya dengar suara bunyi, jadi langsung keluar. Masih hujan deras itu, sempat teriak dan gemetaran lihat sendiri. Tapi syukur anak-anak di dalam rumah tidak kenapa-kenapa,” jelasnya.

Padahal rumahnya ini sementara dalam pembangunan. Meski belum rampung sempurna, tetapi sudah ditinggali. Dihantam longsor dari perbukitan, alhasil dinding rumah bagian belakang ini jebol dan rusak parah.

“Ini sementara dibangun, kami tinggali. Mau dapat uang dari mana lagi untuk bangun, anak-anak masih sekolah,” ujarnya.

Ia mengaku setiap turun hujan, apalagi dengan intensitas tinggi selalu membuat keluarganya merasa was-was. Maklum tepat di belakang rumahnya ini perbukitan. Tak jarang ia mengungsi ke rumah tetangganya.

“Memang kalau hujan, selalu bersiap-siap. Biar tengah malam, kalau lebat itu kami lari ke tempat tetangga. Karena tanah di bukit belakang rumah ini, retaknya sudah besar,” tutupnya.

 

BPBD MINIM ANGGARAN

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tarakan membenarkan Kelurahan Karang Anyar masuk dalam zona merah wilayah yang paling sering tertimpa longsor. Kepala Bidang Kedaruratan, Logistik, Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada BPBD Tarakan Ir. Kajat Prasetio saat ditemui beberapa waktu lalu membeberkan dari 22 kasus tanah longsor di 2019 ini, 11 titik terjadi di kawasan Karang Anyar, disusul Pamusian 4 titik dan Kelurahan Sebengkok 4 titik dan sisanya tersebar di kawasan lainnya.

Baca Juga :  Mari Kita Bersatu!

“Kalau total sama pohon tumbang sejauh ini sekitar 30 kejadian, tapi kalau longsor sekitar 22 titik. Yang paling banyak terjadi di Kelurahan Karang Anyar,” ujarnya, Minggu (7/4).

Dikatakan, banyaknya kejadian longsor saat ini disebabkan karena bertambahnya permukiman di area perbukitan.

“Penyebabnya sudah jelas yah, karena semakin banyak warga yang membangun rumah di lereng bukit. Itu menyebabkan kurangnya pohon. Akibat kurangnya pohon, sehingga berdampak pada berkurangnya kekuatan tanah,” tuturnya.

Selain menimpa permukiman warga, tanah longsor tersebut juga berimbas pada fasilitas umum (fasum) dan pelayanan kebutuhan masyarakat. Sehingga dengan kondisi itu, pihaknya menetapkan kejadian longsor bulan ini, dengan status tanggap darurat.

“Seperti kita ketahui, ada beberapa fasum dan beberapa  penyaluran pelayanan yang terputus seperti pelayanan jargas (jaringan gas) dan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum),” tuturnya.

Meski demikian, ia mengaku tidak ada korban jiwa yang meninggal dalam musibah bencana tanah longsor tahun ini. “Namun ada korban luka ada satu di Jalan Teratai Kelurahan Karang Anyar. Kabarnya lukanya pada area kaki karena tertimpa tanah,” tukasnya.

Mengenai titik paling diwaspadai saat ini, ia menerangkan jika Kelurahan Karang Anyar masih memiliki potensi terjadinya longsor saat terjadi hujan dalam intensitas besar. Selain itu, Kelurahan Pamusian dan Sebengkok juga dinilai tidak cukup aman jika terjadi hujan.

“Paling rawan Karang Anyar yah, karena paling banyak rumah yang terletak di area perbukitan, kedua Pamusian dan ketiga Sebengkok. Namun karena sebagian wilayah Pamusian dan Sebengkok sudah dilalukan penyiringan, jadi potensi itu agak kurang,” ucapnya.

Mengenai upaya pencegahan yang dilakukan BPBD, saat ini pihaknya hanya mengimbau kepada masyarakat yang tinggal di lereng perbukitan agar tetap berhati-hati saat terjadi hujan. “Kalau melakukan upaya lewat kegiatan langsung, itu sudah di luar tupoksi kami. Karena BPBD hanya melakukan penanganan pasca kejadian,” jelasnya.

Mengenai penanganan pasca kejadian, dikatakan BPBD menangani dari sisi kebersihan saja. Namun untuk bantuan logistik, pihaknya belum dapat memberikan. “Kalau dulu, kami ada anggaran bantuan dari BNPB pusat yaitu paket logistik. Bahkan untuk anak sekolah itu ada. Tapi kan sekarang bantuan itu sudah tidak ada lagi. Yang dulunya setiap tahun ada, semakin tahun berkurang dan akhirnya sudah tidak ada sama sekali,” bebernya. (*/one/*/zac/lim)

 

 

 

 

 

 

HUJAN yang terjadi beberapa minggu ini membuat sejumlah titik di beberapa daerah terjadinya musibah. Tak hanya banjir tetapi juga bencana tanah longsor, yang merusak tempat tinggal beberapa warga, termasuk di Kelurahan Karang Anyar, Tarakan Barat.

Lurah Karang Anyar, Indrayadi Purnama Saputra menjelaskan awal 2019 ini sudah tercatat 16 titik bencana longsor di Kelurahan Karang Anyar, yang menimpa rumah warganya.

Sebetulnya tak hanya saat musim penghujan saja pihaknya mengantisipasi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Tetapi juga memberikan imbauan rutin kerja bakti dan menjaga kebersihan drainase.

“Tanpa adanya kejadian seperti itu (banjir dan longsor), mereka rutin kerja bakti terutama bersihkan drainase. Meskipun tidak menyeluruh, tapi biasanya masing-masing RT kerja bakti,” terangnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (4/4).

Sementara ini tak ada upaya lain selain mengimbau dan turut serta gotong royong membersihkan drainase. Paling tidak dari masyarakat sendiri sadar dan peduli dengan lingkungan untuk meminimalisir debit air.

Di beberapa lingkungan RT pun mulai menerapkan membenahi lingkungan semampu mungkin. Maklum, menunggu perbaikan-perbaikan dari pemerintah mekanismenya butuh proses. “Biasa kita menunggu informasi dari RT ini jadwalkan kerja bakti, jadi kita turun bersama-sama. Imbauan seperti itu yang bisa kita lakukan. Alhamdulillah kita sudah mulai ubah mindset masyarakat, jadi tidak hanya berpangku tangan sama pemerintah,” jelasnya.

Jika banjir dapat dieliminasi dengan rutin kerja bakti membersihkan drainase, bagaimana dengan bencana tanah longsor? Beberapa minggu ini bencana alam yang menimpa beberapa titik rumah warga di Kelurahan Karang Anyar ini.

Ia mengaku bencana tanah longsor maupun banjir merupakan bencana alam. Khusus warganya yang bertempat tinggal di titik-titik rawan longsor, pun sudah diimbau sebelumnya.

Dengan pertimbangan kondisi tanah, sebenarnya warga tidak diberi izin mendirikan rumah di daerah curam atau tebing ini. Namun apa daya, meski sudah diimbau, masyarakat tetap ingin mendirikan rumah di tanah tersebut.

Bagaimana tidak, sesuai dengan kemampuan perekonomian warga hanya tanah di daerah tersebut yang mampu dibeli. Itu pun sudah bertahun-tahun tinggal di daerah tersebut.

“Kalau longsor, secara teknis kita tidak bisa berbicara soal itu. Kita tanya ketua RT kenapa diizinkan mendirikan rumah di situ. Tapi katanya meski tidak diberikan izin, warga tetap membangun karena memang sanggupnya membangun di situ. Kalau ada uang mereka tidak mungkin beli tanah di situ. Bahasanya begitu, jadi kita tidak bisa setting hal-hal yang begitu,” katanya.

Baca Juga :  22 Karung Rombengan Asal Tawau Diamankan

Padahal untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB) di dataran tinggi, dengan kemiringan di bawah 30 derajat. Ia mengaku, dari pihak kelurahan tidak mempunyai kewenangan untuk melarang hingga membongkar bangunan rumah warga.

Sepanjang sudah memberikan imbauan dan teguran, hasil akhirnya berpulang dari masing-masing indvidu.

“Yang pasti aturannya tidak boleh mendirikan rumah di atas 30 derajat kemiringannya, kalau tidak salah. Kalau di atas tebing  begitu tidak punya izin. Tapi tetap membangun karena merasa punya tanah di situ,” bebernya.

Ia menjelaskan sepanjang awal 2019 ini, ada 16 titik total kejadian bencana tanah longsor. Meski tak ada korban jiwa, tetapi terdapat satu warga di RT 70 yang mengalami luka pada bagian kaki.

“Ada dua kejadian, beberapa minggu lalu dan minggu kemarin ini yang 13 titik. Yang sebelumnya itu ada tiga titik, jadi totalnya sudah 16 titik,” jelasnya.

Salah seorang korban bencana tanah longsor, warga RT 26, Kelurahan Karang Anyar, menimpa kediaman Krisyanti, yang terjadi pada Sabtu (23/3) beberapa pekan lalu. 

Krisyanti menjelaskan tepat pukul 07.30 WITA saat itu, bukit di belakang rumahnya ini ambruk dan menghantam bagian belakang rumahnya.

“Awalnya dengar suara bunyi, jadi langsung keluar. Masih hujan deras itu, sempat teriak dan gemetaran lihat sendiri. Tapi syukur anak-anak di dalam rumah tidak kenapa-kenapa,” jelasnya.

Padahal rumahnya ini sementara dalam pembangunan. Meski belum rampung sempurna, tetapi sudah ditinggali. Dihantam longsor dari perbukitan, alhasil dinding rumah bagian belakang ini jebol dan rusak parah.

“Ini sementara dibangun, kami tinggali. Mau dapat uang dari mana lagi untuk bangun, anak-anak masih sekolah,” ujarnya.

Ia mengaku setiap turun hujan, apalagi dengan intensitas tinggi selalu membuat keluarganya merasa was-was. Maklum tepat di belakang rumahnya ini perbukitan. Tak jarang ia mengungsi ke rumah tetangganya.

“Memang kalau hujan, selalu bersiap-siap. Biar tengah malam, kalau lebat itu kami lari ke tempat tetangga. Karena tanah di bukit belakang rumah ini, retaknya sudah besar,” tutupnya.

 

BPBD MINIM ANGGARAN

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tarakan membenarkan Kelurahan Karang Anyar masuk dalam zona merah wilayah yang paling sering tertimpa longsor. Kepala Bidang Kedaruratan, Logistik, Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada BPBD Tarakan Ir. Kajat Prasetio saat ditemui beberapa waktu lalu membeberkan dari 22 kasus tanah longsor di 2019 ini, 11 titik terjadi di kawasan Karang Anyar, disusul Pamusian 4 titik dan Kelurahan Sebengkok 4 titik dan sisanya tersebar di kawasan lainnya.

Baca Juga :  Dua RT 'Digasak' Si Jago Merah

“Kalau total sama pohon tumbang sejauh ini sekitar 30 kejadian, tapi kalau longsor sekitar 22 titik. Yang paling banyak terjadi di Kelurahan Karang Anyar,” ujarnya, Minggu (7/4).

Dikatakan, banyaknya kejadian longsor saat ini disebabkan karena bertambahnya permukiman di area perbukitan.

“Penyebabnya sudah jelas yah, karena semakin banyak warga yang membangun rumah di lereng bukit. Itu menyebabkan kurangnya pohon. Akibat kurangnya pohon, sehingga berdampak pada berkurangnya kekuatan tanah,” tuturnya.

Selain menimpa permukiman warga, tanah longsor tersebut juga berimbas pada fasilitas umum (fasum) dan pelayanan kebutuhan masyarakat. Sehingga dengan kondisi itu, pihaknya menetapkan kejadian longsor bulan ini, dengan status tanggap darurat.

“Seperti kita ketahui, ada beberapa fasum dan beberapa  penyaluran pelayanan yang terputus seperti pelayanan jargas (jaringan gas) dan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum),” tuturnya.

Meski demikian, ia mengaku tidak ada korban jiwa yang meninggal dalam musibah bencana tanah longsor tahun ini. “Namun ada korban luka ada satu di Jalan Teratai Kelurahan Karang Anyar. Kabarnya lukanya pada area kaki karena tertimpa tanah,” tukasnya.

Mengenai titik paling diwaspadai saat ini, ia menerangkan jika Kelurahan Karang Anyar masih memiliki potensi terjadinya longsor saat terjadi hujan dalam intensitas besar. Selain itu, Kelurahan Pamusian dan Sebengkok juga dinilai tidak cukup aman jika terjadi hujan.

“Paling rawan Karang Anyar yah, karena paling banyak rumah yang terletak di area perbukitan, kedua Pamusian dan ketiga Sebengkok. Namun karena sebagian wilayah Pamusian dan Sebengkok sudah dilalukan penyiringan, jadi potensi itu agak kurang,” ucapnya.

Mengenai upaya pencegahan yang dilakukan BPBD, saat ini pihaknya hanya mengimbau kepada masyarakat yang tinggal di lereng perbukitan agar tetap berhati-hati saat terjadi hujan. “Kalau melakukan upaya lewat kegiatan langsung, itu sudah di luar tupoksi kami. Karena BPBD hanya melakukan penanganan pasca kejadian,” jelasnya.

Mengenai penanganan pasca kejadian, dikatakan BPBD menangani dari sisi kebersihan saja. Namun untuk bantuan logistik, pihaknya belum dapat memberikan. “Kalau dulu, kami ada anggaran bantuan dari BNPB pusat yaitu paket logistik. Bahkan untuk anak sekolah itu ada. Tapi kan sekarang bantuan itu sudah tidak ada lagi. Yang dulunya setiap tahun ada, semakin tahun berkurang dan akhirnya sudah tidak ada sama sekali,” bebernya. (*/one/*/zac/lim)

 

 

 

 

 

 

Most Read

Umat Hindu Rayakan Kuningan

Banyak Uang Logam Tak Dimanfaatkan

Artikel Terbaru