SAAT musim penghujan tiba, masyarakat Bumi Paguntaka selalu diresahkan dengan bencana banjir dan longsor. Pasalnya, meski telah dilakukan proses penanganan banjir, namun debit air di Kota Tarakan saat intensitas curah hujan tinggi justru masih menutup jalan, hingga menghalangi aktivitas masyarakat.
Wali Kota Tarakan, dr. Khairul mengungkap penanganan membutuhkan anggaran. Tetapi tak dapat diakomodir dalam APBD 2019. Menyoal dana kelurahan yang digelontorkan pemerintah pusat, menurutnya memungkinkan digunakan mengatasi persoalan longsor di Tarakan. “Semestinya bisa (penanganan bencana). Tapi dana kelurahan itu memang lebih kepada operasional,” tuturnya.
Dalam situasi darurat saat ini, Khairul menyatakan bahwa pihaknya hanya dapat menggunakan dana tak terduga di pos anggaran Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DP2KAD) Tarakan. Secara pribadi, Khairul mengaku bahwa dirinya belum mengetahui secara detail mengenai kegiatan setiap kelurahan dari total dana kelurahan Rp 7 miliar.
“Nanti saya akan panggil lurah-lurah, apa saja yang sudah kegiatan yang mereka rencanakan. Tapi memang penanganan sementara yang kami harapkan ialah revitalisasi drainase, dan pada 12 April rencana kami sudah mulai ada kerja bakti massal yang akan dilaksanakan setiap bulan. Dengan harapan mengurangi sedimentasi, sumbatan dan itu bisa mengurangi banjir, walaupun tidak bisa mengatasi banjir secara menyeluruh,” jelasnya.
Khairul menyatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan surat pemberitahuan tanggap darurat sehingga pihaknya akan memanfaatkan seluruh potensi untuk menyelesaikan persoalan banjir dan tanah longsor. Saat ditanyakan terkait dana kelurahan yang telah didistribusikan, Khairul menyatakan bahwa dirinya belum mengecek secara detail. Pada 2020 nanti pihaknya akan mengawal dana kelurahan agar sesuai dengan arahan pusat dan bisa menyelesaikan masalah di lapangan.
“Sudah ada pedoman dana kelurahan, jadi tidak boleh keluar dari pedoman itu. Tapi nanti dalam waktu dekat ini saya akan memanggil dinas-dinas untuk paparan, nanti saya akan lihat dana apa yang ada di kecamatan, kelurahan dan sebagainya, pemanfaatannya bagaimana, akan dilihat nanti,” tutupnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Tarakan Saparudin mengatakan, bahwa pada prinsipnya banjir di Kota Tarakan hanya sebatas genangan air yang paling tinggi mencapai 1 meter. Nah, karena hanya bersifat seperti genangan air, maka banjir yang terjadi pun cepat surut sehingga tidak menghambat produktivitas masyarakat.
“Genangan yang ada pun hanya terjadi di titik-titik lokasi tertentu, seperti memang adanya penyumbatan dari jalan ke saluran apalagi sebelumnya tidak ada hujan sehingga sempat terjadi penumpukan sampah,” bebernya.
Nah, proses pengendalian banjir yang sudah dilakukan pihaknya berada pada kawasan Sebengkok, Karang Anyar dan Karang Anyar Pantai, Selumit dan Karang Balik. Hanya, dari tiga lokasi rawan banjir tersebut, hanya Kelurahan Sebengkok saja yang proses penanganan banjirnya mencapai 80 persen, sedang Karang Anyar dan Karang Anyar Pantai hanya mencapai 20,5 persen.
Saparudin mengaku bahwa demi menyelesaikan proyek pengendalian banjir tersebut, pihaknya telah menyampaikan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara hingga ke tingkat pusat.
“Memang ketersediaan APBD Tarakan sungguh tidak dapat membantu untuk merealisasikan kegiatan ini,” tuturnya.
“Mudah-mudahan setelah terealisasi, walaupun tidak 100 persen yang sudah dianggarkan Rp 230 miliar dan hanya terealisasi 20 persen, ke depannya kalau ada, kami akan menyesuaikan lagi dengan anggaran yang tersedia,” pungkasnya.
PERLU PERAN MASYARAKAT
Minimnya kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan yang baik menjadi pemicu bencana banjir dan tanah longsor. Diungkap Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tarakan Supriono kepada pewarta, Minggu (7/4), masyarakat seharusnya lebih peduli terhadap lingkungan agar terhindar dari kedua bencana alam tersebut.
“Seperti persoalan banjir, selama ini dikarenakan kesadaran masyarakat yang masih minim seperti membuang sampah pada tempatnya,” tuturnya.
Kebanyakan masyarakat membuang sampah sembarangan yang ketika hujan deras akan terbawa arus dan menutupi saluran pembuangan air, akibatnya air yang ada di saluran akan terhambat sehingga meluap dan terjadilah banjir.
“Tidak hanya sampah saja, material bangunan yang ditinggalkan di lokasi pembangunan juga ikut andil, karena material tersebut juga bisa terbawa air ketika hujan deras dan menutupi saluran pembuangan air,” ungkapnya.
Dirinya mengganggap persoalan banjir bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemkot Tarakan saja, perlu peran serta masyarakat juga dalam upaya mengatasi persoalan banjir.
“Mari galakkan kembali kerja bakti di lingkungannya, terutama di daerah yang berada di dataran rendah yang sering mengalami banjir. Bila bukan masyarakatnya sendiri yang peduli, siapa lagi,” tuturnya.
Sementara peristiwa tanah longsor yang terjadi beberapa waktu lalu di beberapa titik wilayah Kota Tarakan, dirinya anggap sebagai musibah yang sebenarnya bisa diantisipasi.
“Bila masyarakatnya ketika membangun sebuah rumah memperhatikan dulu di daerah sekitarnya apakah aman atau tidak,” ujarnya.
Kenyataan yang terjadi saat ini, masyarakat membangun rumah tanpa memperhatikan kondisi yang ada disekitar. “Ada yang bangun rumah di bawah lereng bukit yang kemiringannya sangat rawan terjadi longsor, namun hal tersebut tidak diindahkan sehingga terjadi musibah tanah longsor ketika hujan deras,” ucapnya.
Sejauh ini terkait penanganan tanah longsor, pihaknya hanya bisa melakukan penanaman pohon di lokasi yang rawan terjadi tanah longsor.
“Kami tanami pohon, itu pun setelah ada kesepakatan dari pemilik rumah atau pemilik lahan, pohon bambu menjadi pilihan utama yang ditanam untuk menahan terjadinya longsor,” ungkapnya.
Terkait pemotongan bukit apakah menjadi salah satu penyebab terjadinya longsor, dirinya menilai hal tersebut tidak ada kaitannya karena rekomendasi pemotongan bukit harus melalui proses pendataan dan memastikan bahwa apa yang dilakukan tidak merugikan masyarakat sekitar.
“Yang jelas rekomendasi baru diberikan, bila setelah kita lakukan peninjauan di lapangan lokasinya tidak membahayakan masyarakat sekitar dan bukan lokasi yang dilarang untuk dilakukan pemotongan bukit, seperti hutan lindung,” ujarnya.
Selain menginginkan kembali digalakkan kegiatan kerja bakti, dirinya juga mengimbau agar ada kegiatan penanaman pohon oleh masyarakat.
“Pohon ini selain untuk mengantisipasi terjadinya longsor, juga bisa menjadi tempat serapan air untuk meminimalisir terjadinya banjir,” ujarnya. (shy/jnr/lim)