TARAKAN – Bumi Paguntaka menyimpan potensi gempa berkekuatan 7 skala richter (SR). Gempa dengan kekuatan tersebut diprediksi mampu memicu bencana tsunami. Sehingga hal ini perlu menjadi perhatian khusus masyarakat dan pemerintah secara luas. “Kami tidak sedang menakut-nakuti. Tapi ini faktanya, masyarakat dan pemerintah memang harus waspada,” ungkap Kepala Kepala Stasiun Meteorologi Kelas III Juwata Tarakan, Muhammad Sulam Khilmi pada Selasa (6/12).
Khilmi menjelaskan bahwa Tarakan memiliki sesar Tarakan atau lempeng yang menyimpan potensi gempa sebesar 7 SR yang dapat menimbulkan dampak lain seperti tsunami dan longsor. Untuk itu dalam hal ini Khilmi menginginkan agar pihak pemerintah dapat melakukan edukasi sedini mungkin kepada masyarakat agar dapat mengetahui apa-apa yang harus dilakukan saat terjadi gempa.
“Karena pada kenyataannya, saat terjadi gempa, itu yang sudah latihan akan panik. Apalagi yang tidak pernah latihan. Sehingga kami mengharapkan agar masyarakat dapat lebih dini mengenal apa itu gempa dan apa yang harus dilakukan saat gempa serta potensi yang bisa diakibatkan oleh gempa,” jelasnya.
Dalam konsep bencana, lanjut Khilmi pengetahuan tentang kebencanaan lebih dini menjadi hal yang baik dari pada tidak mengetahui. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya korban jiwa dimasyarakat luas. “Kalau korban harta benda mungkin masih bisa diganti. Tapi kalau korban jiwa ini yang selalu kami sampaikan ke masyarakat. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk memberikan informasi yang sesungguhnya kepada masyarakat tentang adanya potensi gempa di Kaltara khususnya Tarakan,” beber Khilmi.
Dikatakan Khilmi, jika terjadi gempa 7 SR dan terjadi dalam keadaan dangkal di laut, maka akan mampu menimbulkan tsunami. Namun jika terjadi di darat, maka akan banyak menimbulkan kerusakan sama seperti kasus gempa yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat. “Terjadi di darat atau di laut, dampak gempa ini sama yakni merusak,” katanya.
Sayangnya hingga kini, negara yang paling maju dalam teori gempa seperti Jepang pun belum dapat memprediksi terjadinya gempa. Namun pihaknya selalu mengimbau kepada masyarakat tentang adanya potensi gempa dan tsunami di Tarakan. “Kalau sudah soal potensi, seharusnya pemerintah sudah bergerak untuk melakukan langkah-langkah evakuasi,” ujarnya.
Untuk diketahui, sesar Tarakan berada di bawah Pulau Tarakan yang membentang dari arat Barat ke Timur dengan panjang 100 kilometer dan melampaui besarnya Tarakan. Namun terjadinya tsunami itu bergantung pada episentrum. “Katakanlah episentrum gempanya di mana? Kalau di Timur Tarakan, maka pantai Timur Tarakan berpotensi. Kalau di Barat, Barat itu celah sempit,” ucapnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tarakan, Yonsep membenarkan hal tersebut. Apalagi berdasarkan hasil koordinasi antara BPBD dengan BMKG Tarakan menyatakan adanya sesar Tarakan yang tengah terlihat muncul ke permukaan. Sehingga hal ini tak hanya berpotensi menyebabkan terjadinya gempa, namun juga tsunami. “Makanya kami sudah membentuk 5 pentahelix yang terlibat di dalam forum kewaspadaan bencana, seperti dari kalangan pemerintah pengusaha dan media. Ini terbentuk melalui SK Wali Kota,” tutur Yonsep.
Tarakan pada dasarnya memiliki perbedaan dengan Cianjur, Jawa Barat. Hal tersebut telihat pada struktur konstruksi bangunan. Tarakan dalam konsep pembangunan diwajibkan untuk mengantongi izin pembangunan secara tata ruang. Sebab untuk membangun dalam suatu kawasan harus memiliki dasar kajian, termasuk dalam risiko kebencanaan sehingga ini pun masuk kedalam kajian pemberian izin. Untuk itu dalam hal kebencanaan lanjut Yonsep tak hanya menjadi tupoksi pemerintah, namun juga menyertakan partisipasi masyarakat.
“Kalau analisis terbaru saya yakin pembangunan di Tarakan selama ini sudah diantisipasi. Saya yakin pembangunan Tarakan sudah memiliki perencanaan seperti itu. Karena bencana itu tidak bisa kita hindari, tapi itu menjadi urusan kita bersama,” tutur Yonsep.
Yonsep mengingatkan kembali kepada masyarakat akan kejadian gempa yang pernah terjadi di Tarakan dengan kekuatan 5,4 skala richter (SR). Angka tersebut cukup kecil, namun bangunan di Tarakan sebagian besar dapat terselamatkan karena terbuat dari kayu dan lapis besi. Hanya dalam hal ini yang menjadi kekhawatiran pihaknya ialah tsunami. “Tapi masyarakat jangan khawatir, mudah-mudahan ini tidak terjadi,” katanya.
Namun, jika tsunami terjadi beberapa titik jalur evakuasi yang dapat segera ditanggapi masyarakat, yakni masyarakat bagian Timur kawasan Pantai Amal dan sekitarnya dapat mengungsi di Universitas Borneo Tarakan (UBT), sedang bagi masyarakat yang tinggal di kawasan pertengahan kota dapat mengungsi di kawasan Jalan Gunung Selatan, untuk kawasan Utara dapat mengungsi di Bukit Tengkorak yang terletak di Kelurahan Juata Laut, Tarakan Utara, sedang kawasan Mamburungan dan sekitarnya dapat mengungsi di daerah Mamburungan Timur. Titik evakuasi ini berdasarkan hasil kajian BPBD pada 2016 lalu.
“Kami sudah siapkan titik evakuasi jika terjadi tsunami. Karena Tarakan ini memiliki sesar yang tidak bisa dipungkiri sudah muncul di permukaan,” jelasnya.
Dalam hal ini, Yonsep meminta agar masyarakat tidak khawatir. Sebab BPBD telah melakukan simulasi kebencanaan. Hanya simulasi bencana langsung ke masyarakat belum dilakukan karena pihaknya memiliki ruang yang terbatas sebab harus mengumpulkan banyak massa. “Tapi lewat media, kami bisa memberikan edukasi ke masyarakat,” pungkasnya. (shy/lim)