TARAKAN – Tidak ada ruang bagi pegawai negeri sipil (PNS) untuk bermain-main dalam politik praktis, baik Pilkada maupun Pemilu lainnya. Bila nekat, mereka bisa terkena sanksi administrasi maupun tindak pidana.
Peneliti Mahkamah Konstitusi, Nallom Kurniawan menilai, jika tahun politik ini hampir disetiap daerah terdapat kasus dugaan keterlibatan aparatur sipil negara (ASN). Undang-Undang (UU) nomor 5 tahun 2014 tentang ASN maupun Peraturan Pemerintah (PP) nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS sangat jelas mengatur abdi negara itu. “Jika sudah diproses, ini (UU dan PP) yang akan diterapkan kepada yang bersangkutan. Karena yang bersangkutan sudah tidak netral,” ungkap Nallom kepada Radar Tarakan.
Menurutnya, netralitas seorang ASN sangat penting karena merupakan pelayan masyarakat dan birokrasi daerah. “Sudah tidak netral, maka ASN bisa disidangkan oleh badan kepegawaian atau kepala biro kepegawaian beserta pimpinannya. Tentunya dua ASN ini bisa dikenai sanksi berat,” jelasnya.
Bahkan menurut Nallom, sanksi yang diterima ASN jika memang benar-benar terbukti, tentunya tidak mudah. Bisa berupa mutasi, atau bisa penurunan jabatan. “Dari foto (ASN dengan empat jari) yang saya lihat, ia bisa saja dikenakan sanksi administrasi. Tapi jangan salah loh, sanksi administrasi kepegawaian itu sudah berat. Hukumannya berat. Orang awam mungkin melihat dan menilainya biasa saja. Namun, kalau digeser saja itu sudah luar biasa, dua ASN itu bisa frustasi,” kata Nallom.
Lanjut Nallom, jika dua ASN yang berfoto bersama salah satu paslon dengan mengacungkan empat jari terindikasi melakukan pelanggaran lain maka bisa dikenakan dipidana. Bahkan, bisa diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya sebagai ASN. “Semua itu memang harus pembuktian. Politik itu harus partisipatif, kita tidak bisa menyandarkan itu ke orang lain. Masyarakat harus berani untuk melaporkan itu ke Bawaslu. Nah, kalau foto sudah ada, rekaman sudah ada, kemudian bukti lengkap, lalu kemudian sanksi tidak ada, itu bukan alasan untuk tidak diproses. Jangan khawatir, sanksi itu dilindungi,” terangnya.
Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKPPD) TarakanDrs. Budi Prayitno, M.Si, mengungkap rekomendasi atas dugaan pelanggaran dua kepala dinas, masing-masing Wiprartono Soebagio dan Budi Setiawan telah diterima pihaknya. Kendati enggan merinci bunyi rekomendasi yang disampaikan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), tim pengawas disiplin PNS di lingkungan Pemkot akan segera bekerja pekan depan.
“Rekomendasi itu telah kami terima. Selanjutnya tim akan bekerja, bulan ini selesailah. Apa yang nantinya menjadi keputusan tim. Karena ini tidak hanya melibatkan BKPPD di dalamnya, ada inspektorat dan bagian pengawasan disiplin PNS lainnya. Hasilnya akan diteruskan ke atasannya, dalam hal ini Wali Kota (Plt, Red),” kata Budi.
Keterlibatan beberapa unsur pengawas di dalamnya, diakui Budi, akan mempertimbangkan beberapa hal. Salah satunya menyangkut rekam jejak dua ASN. “Tentu seperti apa kedua ASN ini, bagaimana sebelumnya apakah pernah melakukan kesalahan atau melanggar disiplin, seperti apa pelanggarannya. Seperti apa prestasinya dan lainnya,” lanjutnya.
Menyoal alat bukti foto, menurut Budi, akan menjadi bagian dari pertimbangan tim. Kendati tidak spesifik seperti dugaan pidana yang ditangani Panwaslu sebelumnya. “Pastinya hal-hal yang mendetail, sejauh mana yang dituduhkan itu, dan lainnya, pastinya akan dipertimbangkan dalam penanganan tim nantinya,” kata Budi.
“Sebelumnya ASN di Pemkot pernah ada yang melakukan pelanggaran berat, seperti pidsus dan beberapa kasus lainnya. Nanti dilihat seperti apa, karena tim baru akan bekerja,” sambung Budi sembari menjelaskan jika kasus baru-baru ini adalah yang pertama kali selama tahapan Pilwali Tarakan berjalan. (eru/lim)