JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor: 903/3387/SJ tertanggal 30 Mei 2018. Isi SE tersebut perihal pemberian tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 tahun ini.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Syarifuddin menjelaskan, SE tersebut hanya menjelaskan lebih lanjut atau penajaman perintah dari dua Peraturan Pemerintah (PP), yakni PP Nomor 18 Tahun 2018 dan PP Nomor 19 Tahun 2018.
“Surat Mendagri ini mengingatkan pemda agar jangan sampai salah pengertian dalam menerjemahkan PP tersebut. Itu (pembiayaannya) dibebankan ke APBD,” ujar Syarifuddin saat dikonfirmasi, Sabtu (2/6).
Termasuk dijelaskan ketentuan-ketentuannya juga, siapa dan apa saja yang diterima dalam bentuk THR dan gaji ke-13 itu. Jangan sampai nantinya ada dilakukan penambahan pendapatan di luar dari apa yang sudah ditentukan dalam payung hukum tersebut.
Dalam SE tersebut, kata Syarifuddin, sudah dikonkritkan untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah, serta DPRD itu komponen THR dan gaji ke-13 itu hanya ada tiga, yakni gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan keluarga.
Sementara untuk PNS, tidak hanya tiga komponen itu, melainkan ada tambahan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan. “Itu sudah ditetapkan sesuai dengan PP 18 dan 19. Artinya, sudah tidak ada lagi di luar itu,” tegasnya.
Tujuan dari SE Mendagri ini hanya untuk mendefinisikan apa muatan dari PP tentang THR dan gaji ke-13 tersebut. Karena semua itu dibebankan ke APBD masing-masing, maka dari itu daerah harus lebih teliti dan berhati-hati lagi.
“Saya rasa daerah sudah menganggarkan semua itu. Karena untuk gaji ke-13 dan ke-14 sudah kita masukkan dalam pedoman APBD supaya dianggarkan oleh masing-masing daerah,” jelasnya.
Sementara, jika itu tidak ada dimasukkan di APBD, maka akan dilakukan penyesuaian dengan mengambil dari beberapa sumber keuangan daerah yang tersedia yang tentunya sudah sesuai dengan norma umum.
“Artinya, jika tidak dianggarkan di APBD, maka boleh diambil dari belanja tidak terduga (untuk membayar THR dan gaji ke-13),” sebutnya.
Jika itu belum cukup, maka pemda boleh melakukan penjadwalkan ulang kegiatan dan anggarannya dialihkan untuk pembayaran THR dan gaji ke-13. Artinya kegiatan yang dinilai belum terlalu penting, bisa diundur atau bahkan ditunda pengerjaannya.
“Jika itu masih belum cukup, maka pemda bisa menggunakan kas yang tersedia. Ini bisa bersumber dari pelampauan pendapatan atau akibat dari penghematan belanja daerah. Artinya bisa memanfaatkan tiga unsur ini,” tuturnya seraya mengatakan, tiga unsur ini hanya asumsi jika daerah tidak menganggarkan di APBD.
Namun, jika dengan menggunakan tiga unsur itu masih tetap tidak bisa, maka daerah dianggap memang benar-benar tidak mampu. Alternatif terakhirnya, kewajiban itu dapat dibayar pada bulan berikutnya seperti yang sudah tertuang dalam PP tersebut.
“Seperti pernyataan pada surat Mendagri itu, pengelolaan serta pembayaran THR dan gaji ke-13 harus tunduk kepada peraturan perundahg-undangaan dan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah,” pungkasnya.
DI NUNUKAN, TPP SULIT DICAIRKAN
Besaran tunjangan hari raya (THR) aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Nunukan tampaknya hanya mengakomodir gaji pokok dan tunjangan keluarga saja. Sementara tambahan penghasilan pegawai (TPP) tak mampu dipenuhi lantaran keterbatasan keuangan yang dimiliki Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan.
“Karena THR dan gaji ke-13 itu sudah disiapkan anggarannya memang. THR itu memang gaji pokok saja. Seperti tahun sebelumnya. Tapi, kalau digabung dengan TPP itu yang sulit,” kata Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Nunukan Serfianus kepada media ini, kemarin (2/6).
Menurutnya, penyerahan THR dan gaji ke-13 ASN tak mampu dipenuhi meski telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2018 tentang Pemberian THR dan Gaji ke-13 bagi ASN dan Pensiunan yang Ditandatangani Presiden Joko Widodo. Dalam PP itu, disebutkan besaran THR, yaitu gaji pokok dan komponen tambahan seperti tunjangan kinerja (tukin), tunjangan keluarga.
Sementara untuk tukin tidak berlaku di ASN daerah. “Tukin itu istilah yang diterapkan di lembaga-lembaga yang melaksanakan remunerasi. Kalau di pemda itu TPP namanya,” jelasnya.
Selain itu, THR dan gaji ke-13 ini masih menggunakan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Sehingga, dananya telah disiapkan. Anggaran untuk TPP ASN itu dananya terpisah. Tidak disatukan dengan gaji pokok. Saat ini pihaknya masih lakukan penghitungan. Sebab, ada komponen yang bertambah dan harus dibayarkan karena termasuk dalam THR berdasarkan petunjuk teknis (juknis) yang diterima per tanggal 30 Juni lalu. “Salah satunya itu tambahan penghasilan pegawai atau TPP tadi. Nah, ketika ada tambahan, ini yang jadi persoalan. Dananya tidak ada. Sehingga sulit direalisasikan,” kata Serfianus.
Kendati demikian, lanjutnya, dalam PP yang menjadi petunjuk teknis (juknis) penyerahan THR yang diterima 30 Juni lalu itu ada poin yang menyatakan jika penyerahan THR itu berdasarkan kemampuan keuangan daerah. Sehingga, tidak menyulitkan bagi pemerintah daerah dalam proses pencairannya. “Selama ini, THR itu hanya gaji pokok dan tunjangan keluarga saja. TTP tidak masuk,” bebernya. (iwk/oya/nri/lim)