27.7 C
Tarakan
Wednesday, June 7, 2023

Ladang Pahala di Masa Pandemi

KEBIJAKAN pembatasan sosial ‘terpaksa’ harus dilakukan pemerintah untuk mencegah penularan virus corona atau Covid-19. Masyarakat diminta untuk menjaga jarak, tidak berada dalam kerumunan, dan lebih utamanya di rumah saja.

Tak hanya di Jakarta atau di beberapa daerah yang menjadi episentrum pandemi Covid-19, kebijakan pembatasan sosial juga berlaku di semua wilayah Indonesia. Tak terkecuali di Kalimantan Utara yang kita cintai.

Penting untuk melindungi masyarakat dari penyebaran virus. Namun tidak dipungkiri, pembatasan sosial ini berdampak pada banyak hal. Tak hanya dari sisi ekonomi dan sosial. Tapi juga berdampak dalam pelaksanaan ibadah.

Termasuk bagi umat muslim yang saat ini tengah menjalani ibadah puasa Ramadan. Beberapa tradisi yang biasa dilakukan tiap tahun, tahun ini tidak ada lagi.

Tak terdengar suara teriakan anak-anak menangis di masjid saat jemaah akan melaksakanakan salat tarawih, tidak terngiang suara lirih orang bertadarus membaca Alquran di surau. Tak ada lagi buka puasa bersama yang biasa ramai di masjid dan musala setiap senja magrib tiba. Pasar Ramadan yang biasanya penuh dengan berbagai penganan dan minuman berbuka puasa, juga tahun ini tidak ada.

Berat. Bagi sebagian umat muslim ini situasi ini memang berat. Karena sudah kebiasaan, dan untuk mengubah kebiasaan memang berat. Tapi mau tidak mau, suka tidak suka ini harus kita lalui, bahkan wajib kita jalani. Untuk itulah, saya mengimbau mari kita patuhi anjuran ini.

Mematuhi anjuran untuk menjalani social distancing (jaga jarak) atau tetap berada di rumah, merupakan bagian dari ibadah. Karena ini termasuk salah satu ikhtiar kita untuk mencegah penyebaran wabah penyakit.

Dalam riwayat hadis, Rasulullah SAW bersabda; bahwa kita tidak boleh mencari atau menjemput bahaya dan juga kita tidak boleh menularkan bahaya itu kepada orang lain.

Beribadah di rumah tidak akan mengurangi kualitas, yang terpenting dalam melaksanakan ibadah harus ada keikhlasan dan kekhusyukan.

Baca Juga :  BBM di Krayan Sempat Langka

Kualitas ibadah kita insyaallah tidak berkurang dengan kita berada di rumah. Kualitas ibadah kita tidak hanya ditentukan locus (tempat) di mana kita beribadah, tapi tidak kalah pentingnya adalah kualitas ibadah kita ditentukan oleh keikhlasan kita, ditentukan oleh kekhusyukan kita, ditentukan oleh jiwa kita.

Tidak bersembahyang atau salat di masjid, bukan berarti pahala kita harus berkurang.  Banyak ladang pahala lain yang bisa kita dapatkan di masa pandemi seperti sekarang.

Lantunan Alquran yang tidak terdengar di masjid atau surau, bisa kita gaungkan dari rumah-rumah. Bahkan Rasulullah menganjurkan, agar umat muslim menghidupkan rumah-rumahnya dengan bacaan Alquran.

Saya mengajak, mari kita hidupkan rumah kita dengan lantunan alquran, dengan berjamaah bersama keluarga.

 

***

Di sisi lain, dari kebijakan pembatasan sosial ini, telah membuat roda perekonomian terganggu. Contohnya ojek online, buruh harian, juga saudara-saudara pekerja lainnya yang tak lagi memperoleh pendapatan.

Di tengah kondisi seperti ini, ada banyak orang yang membutuhkan bantuan. Dalam Islam telah mengajarkan untuk beramal dengan cara membantu.

Sedikitnya terdapat 3 amalan sosial yang bisa dilakukan umat muslim saat bulan Ramadan di masa pembatasan sosial, akibat pandemi Covid-19 seperti sekarang.

Pertama, bersedekah bagi yang mampu. Sedekah tak hanya sebagai bentuk amalan seseorang terhadap perintah Allah SWT (hablu min Allah), tetapi juga bentuk ibadah sosial (hablu min an-nas). Sebagian warga seperti ojek online, sopir angkutan umum, dan lainnya jelas terdampak di tengah wabah corona, sehingga membutuhkan uluran tangan dari orang lain untuk melangsungkan hidup.

Pada bulan Ramadan, memperbanyak sedekah bisa menjadi bagian dari ibadah sosial yang harus dilakukan terutama bagi yang mampu. Seperti firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 245, dijelaskan barang siapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah melapangkan rezeki dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan.

Baca Juga :  Imbas Capaian Vaksinasi Rendah di Tarakan, PPKM Level 4 Diperpanjang

Kedua, jika orang tak dikenal saja dibantu, apalagi tetangga sendiri. Pada masa pandemi ini, saat banyak orang yang terdampak, maka salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan saling tolong-menolong antar tetangga sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dikatakan, ‘Bukanlah dinamakan orang mukmin, seseorang yang kenyang sedang tetangga di sampingnya kelaparan.’

Berdasarkan hadis di atas, jika setiap orang saling memperhatikan dan mempedulikan tetangganya, maka tak akan mungkin terjadi kelaparan dan kesusahan dalam menjalani masa pandemi ini.

Ketiga, menunaikan rukun Islam yang ketiga, yaitu membayar zakat. Setiap muslim diwajibkan membayar zakat di bulan Ramadan, baik zakat fitrah yang menjadi kewajiban tiap individu, maupun zakat mal jika sudah mencapai nishab dan haulnya.

Idealnya, pembayaran dan pembagian zakat fitrah dilakukan pada masa-masa terakhir bulan Ramadan, karena Rasulullah SAW menginginkan tidak ada orang yang tidak memiliki sesuatu untuk dimakan pada Hari Raya Idulfitri. Akan tetapi di masa mendesak, boleh saja zakat fitrah dibagikan terlebih dahulu di awal atau pertengahan bulan Ramadan.

Di masa pandemi ini, ketika banyak orang yang kehilangan kesempatan untuk mencari nafkah dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, zakat dari para muzaki akan sangat membantu kehidupan mereka yang terdampak secara ekonomi. Maka bagi yang sudah berkecukupan, sebaiknya menyegerakan pembayaran zakat harta, memperbanyak infak, dan sedekah sebagai bukti ibadah sosial di bulan Ramadan.

Berkaitan dengan pembayaran zakat, saya selaku Gubernur mengimbau agar masyarakat, utamanya umat muslim membayar zakat lebih awal. Bahkan untuk di lingkungan Pemprov Kaltara, pembayaran zakat mal (zakat harta) sudah dilakukan sebelum Ramadan, dan juga sudah disalurkan untuk masyarakat yang membutuhkan. (*/lim)

KEBIJAKAN pembatasan sosial ‘terpaksa’ harus dilakukan pemerintah untuk mencegah penularan virus corona atau Covid-19. Masyarakat diminta untuk menjaga jarak, tidak berada dalam kerumunan, dan lebih utamanya di rumah saja.

Tak hanya di Jakarta atau di beberapa daerah yang menjadi episentrum pandemi Covid-19, kebijakan pembatasan sosial juga berlaku di semua wilayah Indonesia. Tak terkecuali di Kalimantan Utara yang kita cintai.

Penting untuk melindungi masyarakat dari penyebaran virus. Namun tidak dipungkiri, pembatasan sosial ini berdampak pada banyak hal. Tak hanya dari sisi ekonomi dan sosial. Tapi juga berdampak dalam pelaksanaan ibadah.

Termasuk bagi umat muslim yang saat ini tengah menjalani ibadah puasa Ramadan. Beberapa tradisi yang biasa dilakukan tiap tahun, tahun ini tidak ada lagi.

Tak terdengar suara teriakan anak-anak menangis di masjid saat jemaah akan melaksakanakan salat tarawih, tidak terngiang suara lirih orang bertadarus membaca Alquran di surau. Tak ada lagi buka puasa bersama yang biasa ramai di masjid dan musala setiap senja magrib tiba. Pasar Ramadan yang biasanya penuh dengan berbagai penganan dan minuman berbuka puasa, juga tahun ini tidak ada.

Berat. Bagi sebagian umat muslim ini situasi ini memang berat. Karena sudah kebiasaan, dan untuk mengubah kebiasaan memang berat. Tapi mau tidak mau, suka tidak suka ini harus kita lalui, bahkan wajib kita jalani. Untuk itulah, saya mengimbau mari kita patuhi anjuran ini.

Mematuhi anjuran untuk menjalani social distancing (jaga jarak) atau tetap berada di rumah, merupakan bagian dari ibadah. Karena ini termasuk salah satu ikhtiar kita untuk mencegah penyebaran wabah penyakit.

Dalam riwayat hadis, Rasulullah SAW bersabda; bahwa kita tidak boleh mencari atau menjemput bahaya dan juga kita tidak boleh menularkan bahaya itu kepada orang lain.

Beribadah di rumah tidak akan mengurangi kualitas, yang terpenting dalam melaksanakan ibadah harus ada keikhlasan dan kekhusyukan.

Baca Juga :  Petugas PDAM Lalai, Konsumen Menanggung

Kualitas ibadah kita insyaallah tidak berkurang dengan kita berada di rumah. Kualitas ibadah kita tidak hanya ditentukan locus (tempat) di mana kita beribadah, tapi tidak kalah pentingnya adalah kualitas ibadah kita ditentukan oleh keikhlasan kita, ditentukan oleh kekhusyukan kita, ditentukan oleh jiwa kita.

Tidak bersembahyang atau salat di masjid, bukan berarti pahala kita harus berkurang.  Banyak ladang pahala lain yang bisa kita dapatkan di masa pandemi seperti sekarang.

Lantunan Alquran yang tidak terdengar di masjid atau surau, bisa kita gaungkan dari rumah-rumah. Bahkan Rasulullah menganjurkan, agar umat muslim menghidupkan rumah-rumahnya dengan bacaan Alquran.

Saya mengajak, mari kita hidupkan rumah kita dengan lantunan alquran, dengan berjamaah bersama keluarga.

 

***

Di sisi lain, dari kebijakan pembatasan sosial ini, telah membuat roda perekonomian terganggu. Contohnya ojek online, buruh harian, juga saudara-saudara pekerja lainnya yang tak lagi memperoleh pendapatan.

Di tengah kondisi seperti ini, ada banyak orang yang membutuhkan bantuan. Dalam Islam telah mengajarkan untuk beramal dengan cara membantu.

Sedikitnya terdapat 3 amalan sosial yang bisa dilakukan umat muslim saat bulan Ramadan di masa pembatasan sosial, akibat pandemi Covid-19 seperti sekarang.

Pertama, bersedekah bagi yang mampu. Sedekah tak hanya sebagai bentuk amalan seseorang terhadap perintah Allah SWT (hablu min Allah), tetapi juga bentuk ibadah sosial (hablu min an-nas). Sebagian warga seperti ojek online, sopir angkutan umum, dan lainnya jelas terdampak di tengah wabah corona, sehingga membutuhkan uluran tangan dari orang lain untuk melangsungkan hidup.

Pada bulan Ramadan, memperbanyak sedekah bisa menjadi bagian dari ibadah sosial yang harus dilakukan terutama bagi yang mampu. Seperti firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 245, dijelaskan barang siapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah melapangkan rezeki dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan.

Baca Juga :  “Sempat Selamatkan Mobil-Surat Penting”

Kedua, jika orang tak dikenal saja dibantu, apalagi tetangga sendiri. Pada masa pandemi ini, saat banyak orang yang terdampak, maka salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan saling tolong-menolong antar tetangga sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dikatakan, ‘Bukanlah dinamakan orang mukmin, seseorang yang kenyang sedang tetangga di sampingnya kelaparan.’

Berdasarkan hadis di atas, jika setiap orang saling memperhatikan dan mempedulikan tetangganya, maka tak akan mungkin terjadi kelaparan dan kesusahan dalam menjalani masa pandemi ini.

Ketiga, menunaikan rukun Islam yang ketiga, yaitu membayar zakat. Setiap muslim diwajibkan membayar zakat di bulan Ramadan, baik zakat fitrah yang menjadi kewajiban tiap individu, maupun zakat mal jika sudah mencapai nishab dan haulnya.

Idealnya, pembayaran dan pembagian zakat fitrah dilakukan pada masa-masa terakhir bulan Ramadan, karena Rasulullah SAW menginginkan tidak ada orang yang tidak memiliki sesuatu untuk dimakan pada Hari Raya Idulfitri. Akan tetapi di masa mendesak, boleh saja zakat fitrah dibagikan terlebih dahulu di awal atau pertengahan bulan Ramadan.

Di masa pandemi ini, ketika banyak orang yang kehilangan kesempatan untuk mencari nafkah dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, zakat dari para muzaki akan sangat membantu kehidupan mereka yang terdampak secara ekonomi. Maka bagi yang sudah berkecukupan, sebaiknya menyegerakan pembayaran zakat harta, memperbanyak infak, dan sedekah sebagai bukti ibadah sosial di bulan Ramadan.

Berkaitan dengan pembayaran zakat, saya selaku Gubernur mengimbau agar masyarakat, utamanya umat muslim membayar zakat lebih awal. Bahkan untuk di lingkungan Pemprov Kaltara, pembayaran zakat mal (zakat harta) sudah dilakukan sebelum Ramadan, dan juga sudah disalurkan untuk masyarakat yang membutuhkan. (*/lim)

Most Read

Artikel Terbaru