TARAKAN – Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Tarakan tidak ditemukan kasus ekslpoitasi pada anak di Bumi Paguntaka.
Namun hal tersebut bukan berarti Tarakan bebas dari eksploitasi anak. Artinya, kasus di masyarakat ada namun tidak dilaporkan secara resmi ke dinas atau instansi terkait..
Kepada Radar Tarakan, Analis Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Tarakan, Siti Khadijah mengatakan bahwa pada dasarnya eksploitasi merupakan salah satu jenis KDRT yang masuk dalam lingkup kerja DPPPA Tarakan.
Dalam hal penanganan eksploitasi anak, dikatakan Khadijah, pihaknya bersistem kolaborasi yakni dalam penanganan satu klien ditangani dengan berbagai pihak seperti DPPPA, rumah sakit, Polres dan instansi terkait lainnya.
“Kalau eksploitasi ini sudah masuk ke dalam ranah Polres, maka dari Polres ada yang dinamakan penginputan data simponi. Dari situ kami bisa melihat jangkauan pelayanan di Polres. Apakah setelah masuk ke Polres sudah bisa selesai saja di situ dengan layanan proses hukum, kalau sudah cukup maka mereka (Polres) saja yang melayani. Tapi kalau perlu yang lain seperti pemulihan trauma, konseling, baru dapat menghubungi kami,” bebernya.
Dikatakan Khadijah, pihaknya memiliki layanan psikologis, pelayanan konseling, psikolog, pengendalian dan segala macam assesment yang keluarannya diharapkan bisa menciptakan pemuliha menjadi manusia yang normal di lingkungannya, seperti awalnya korban mengalami trauma namun kini sudah tidak mengalami trauma.
“Bahayanya kalau tidak trauma, tapi sudah terbiasa. Itu kami ada terapi kehidupan, agar nanti di kehidupan normal bisa diterima masyarakat umum,” jelasnya.
Kendati demikian, kasus eksploitasi sangat jarang ditemukan di Tarakan. Namun hal ini bukan semata-mata menandakan adanya keamanan pada perempuan dan anak, tetapi tidak adanya laporan dari masyarakat.
“Kalau dari instansi hukum biasanya langsung razia, tapi kalau kami karena lebih fokus ke pencegahan maka kami biasanya melakukan sosialisasi lewat radio maupun media massa,” ujarnya.
Dijelaskan Khadijah, bentuk ekspolitasi terdiri dari bermacam-macam kasus bahkan bisa terjadi dari orang tua kepada anak, misalnya orang tua mempekerjakan anak di bawah umur usia 18 tahun, seksual dan sebagainya. Sehingga dalam hal ini seksual merupakan salah satu jenis eksploitasi yang erat kaitannya dengan trafficking.
“Makanya saya bilang jarang sebenarnya untuk laporan itu, entah itu tidak ada atau memang sedikit. Tapi kami harapkan memang sedikit sih,” katanya.
Menyoal anak di bawah umur yang cenderung ditemukan berjualan di sepanjang jalan trotoar, dikatakan Khadijah memiliki indikasi eksploitasi. Namun hal ini menjadi ranah Dinas Sosial, hanya saja pihaknya pernah terlibat dalam penanganan hal tersebut, yakni lebih fokus pada penggalian permasalahan korban. (shy/ana)