30.7 C
Tarakan
Friday, March 24, 2023

Dugaan Pungli PTSL Bakal Ditelusuri ORI

NUNUKAN – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kalimantan Utara (Kaltara) akan menindaklanjuti dugaan pungutan liar (pungli) pada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Nunukan dan Sebatik. Itu setelah sejumlah warga mengaku dimintai pembayaran di luar ketentuan yang berlaku. Kepala ORI Kaltara Ibramsyah Amiruddin mengaku akan menindaklanjuti pembayaran PTSL di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nunukan. “Segera kami tindaklanjuti dan meminta klarifikasi kepada BPN Nunukan, terkait permohonan sertifikat tanah melalui PTSL,” kata Ibramsyah.

Untuk memastikan, kebenaran terkait pembayaran yang dibebankan masyarakat tidak sesuai aturan, ORI Kaltara akan memeriksa langsung ke lapangan. Di Nunukan dan Sebatik masyarakat dibebankan pembayaran Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta per sertifikat tanah.

Padahal keputusan bersama Menteria Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi nomor 25/SKB/V/2017, nomor 590-3167A/2017, nomor 34/2017 tentang pembiayaan persiapan pendaftaran tanah sistematis,  Kabupaten Nunukan masuk dalam kategori ketiga Kalimantan Timur yang dikenakan biaya sebesar Rp 250 ribu.

Baca Juga :  Tes Urine, 6 Buruh Bantu Positif Narkoba

Lanjut dia, untuk menindaklanjuti hal tersebut dua asisten ORI Kaltara ditugaskan ke Nunukan untuk menelusuri persoalan tersebut. Program PTSL pada 2017 lalu, ada 2.500 sertifikat yang telah diterbitkan BPN Nunukan. “Akan saya tugaskan dua anggota saya ke Nunukan minggu ini,” ujarnya.

Permasalahan pembayaran program PTSL ini muncul di publik bermula dari Desa Lapri, Kecamatan Sebatik Utara. Sertifikat yang telah jadi batal diserahkan kepada pemohon. Karena harus menyelesaikan pembayaran terlebih dahulu. Untuk mendapatkan sertifikat tersebut harus membayar Rp 500 ribu. Padahal awalnya disampaikan tidak perlu membayar atau gratis. “Pertamanya diminta Rp 100 ribu untuk pengurusan berkas, seperti membeli materai dan lainnya,” kata perempuan yang beralamat di RT 03 Desa Lapri yang menolak namanya dikorankan.

Baca Juga :  Pindah Golongan, Tarif Dianggap Memberatkan

Saat sertifikat akan dibagikan, kembali diminta Rp 400 ribu. Jadi total yang harus dibayar Rp 500 ribu. Permintaan pembayaran tersebut diminta oleh aparat Desa Lapri. Sebelumnya telah terjadi keributan, sehingga sertifikat batal dibagikan. Lanjut dia, telah disampaikan bahwa pembayaran Rp 400 tersebut untuk akomodasi, transportasi dan biaya operasional lainnya untuk yang melakukan pengukuran tanah dari BPN Nunukan. Termasuk biaya makan, bahkan uang rokok. “Ini kami takut juga, karena jika tidak bayar segera bisa hangus sertifikat tersebut. Kami mau minta tolong dengan siapa lagi jika begini,” ujarnya. (nal/lim)

NUNUKAN – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kalimantan Utara (Kaltara) akan menindaklanjuti dugaan pungutan liar (pungli) pada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Nunukan dan Sebatik. Itu setelah sejumlah warga mengaku dimintai pembayaran di luar ketentuan yang berlaku. Kepala ORI Kaltara Ibramsyah Amiruddin mengaku akan menindaklanjuti pembayaran PTSL di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nunukan. “Segera kami tindaklanjuti dan meminta klarifikasi kepada BPN Nunukan, terkait permohonan sertifikat tanah melalui PTSL,” kata Ibramsyah.

Untuk memastikan, kebenaran terkait pembayaran yang dibebankan masyarakat tidak sesuai aturan, ORI Kaltara akan memeriksa langsung ke lapangan. Di Nunukan dan Sebatik masyarakat dibebankan pembayaran Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta per sertifikat tanah.

Padahal keputusan bersama Menteria Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi nomor 25/SKB/V/2017, nomor 590-3167A/2017, nomor 34/2017 tentang pembiayaan persiapan pendaftaran tanah sistematis,  Kabupaten Nunukan masuk dalam kategori ketiga Kalimantan Timur yang dikenakan biaya sebesar Rp 250 ribu.

Baca Juga :  Berkenalan dengan Kepala Kantor Imigrasi Nunukan, Ryan Aditya

Lanjut dia, untuk menindaklanjuti hal tersebut dua asisten ORI Kaltara ditugaskan ke Nunukan untuk menelusuri persoalan tersebut. Program PTSL pada 2017 lalu, ada 2.500 sertifikat yang telah diterbitkan BPN Nunukan. “Akan saya tugaskan dua anggota saya ke Nunukan minggu ini,” ujarnya.

Permasalahan pembayaran program PTSL ini muncul di publik bermula dari Desa Lapri, Kecamatan Sebatik Utara. Sertifikat yang telah jadi batal diserahkan kepada pemohon. Karena harus menyelesaikan pembayaran terlebih dahulu. Untuk mendapatkan sertifikat tersebut harus membayar Rp 500 ribu. Padahal awalnya disampaikan tidak perlu membayar atau gratis. “Pertamanya diminta Rp 100 ribu untuk pengurusan berkas, seperti membeli materai dan lainnya,” kata perempuan yang beralamat di RT 03 Desa Lapri yang menolak namanya dikorankan.

Baca Juga :  KEREN !!! Ujian Menggunakan Android

Saat sertifikat akan dibagikan, kembali diminta Rp 400 ribu. Jadi total yang harus dibayar Rp 500 ribu. Permintaan pembayaran tersebut diminta oleh aparat Desa Lapri. Sebelumnya telah terjadi keributan, sehingga sertifikat batal dibagikan. Lanjut dia, telah disampaikan bahwa pembayaran Rp 400 tersebut untuk akomodasi, transportasi dan biaya operasional lainnya untuk yang melakukan pengukuran tanah dari BPN Nunukan. Termasuk biaya makan, bahkan uang rokok. “Ini kami takut juga, karena jika tidak bayar segera bisa hangus sertifikat tersebut. Kami mau minta tolong dengan siapa lagi jika begini,” ujarnya. (nal/lim)

Most Read

Artikel Terbaru