30.7 C
Tarakan
Friday, March 24, 2023

8 Tahun Dikurung Majikan, Makan Mie dan Tak Digaji

Setelah dideportasi, ternyata bukan hanya pekerja migran Indonesia (PMI) bermasalah yang pulang dari Malaysia dengan kisah pilu. PMI legal yang meminta dipulangkan pihak Konsulat Republik Indonesia (KRI) di Tawau,  juga punya banyak kisah pilu sampai akhirnya dipulangkan oleh pihak KRI sendiri. 

RIKO ADITYA 

SEPERTI yang dialami Nuli Yustina, wanita berumur 35 tahun asal Desa Sendangan, Kecamatan Nanga Taman, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat tersebut pernah menderita dikurung di rumah majikannya selama 8 tahun tanpa gaji dan hanya diberikan makanan sebungkus mie dalam sehari.

Padahal majikan Nuli adalah seorang yang mampu bahkan punya apartemen. Rumah yang ditempati Nuli, adalah rumah kantor. Nuli menjadi asisten rumah tangga di rumah tersebut. Hanya, dirinya dikurung tidak pernah keluar dari rumah yang dikunci 24 jam. “Saya sempat pernah ingin mengadu ke pihak Konsulat, namun saya diancam dengan cara dicubit, jadinya tidak sempat mengadu waktu saya masih bekerja dengan majikan saya itu,” ujar Nuli ketika ditemui pewarta harian ini, Selasa (14/12).

Nuli sendiri, mengaku memaksakan pergi bekerja ke Malaysia karena himpitan ekonomi keluarga. Dirinya dijanjikan gaji RM 800 atau setara Rp 2,7 juta oleh agen yang memberangkatkannya secara resmi. Ternyata dirinya ditipu oleh agen tersebut karena ditempatkan dan dikurung di rumah majikannya tersebut.

Nuli mengaku masuk ke Malaysia tahun 2001 lewat agen tersebut. Karena tergiur gaji besar, Nuli rela diuruskan agen tersebut. Bukannya dipekerjakan sesuai harapan, dirinya ditempatkan di rumah misterius tersebut. “Makan juga tidak tentu, sehari hanya dikasih makanan sebungkus mie. Makanan itu, baru saya malam hari. Bagaimana saya enggak kelaparan, saya dikunci di dalam rumah. Rumah di Penambang, Kota Kinabalu. Saya enggak bisa cuti, tidak bisa apa pun sama sekali di rumah itu,” kisah Nuli lagi.

Baca Juga :  Soal Harga, Barang Harus Disubsidi

Nuli di dalam rumah itu selama 8 tahun, tanpa gaji. Hari yang dia lalui sampai bertetangga lewat jendela rumah. Temannya yang melihat dirinya dari jendela menyarankan untuk keluar dari rumah tersebut, karena bisa saja dirinya sampai tua di rumah tersebut dan tidak akan keluar sampai kapan pun. “Saya sempat berbicara, bagaimana mau keluar, ini pintunya terkunci terus selama 24 jam,” tambahnya

Sesaat kemudian, majikannya lupa mengunci pintu, saat itulah dirinya mencuri kesempatan untuk keluar lari dari rumah tersebut. “Sepertinya itu sudah direncanakan Tuhan, saya keluar dari rumah hantu tersebut,” ujarnya lagi.

Setelah keluar dari rumah itu, di jalanan Nuli juga kebingungan mau ke mana. Pada akhirnya dirinya ke arah yang tidak tentu dan meminta pertolongan dengan orang yang bisa diajaknya berkomunikasi. Tak disangka dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Petrus juga seorang PMI. Laki-laki yang lantas menjadi suaminya.

Baca Juga :  Harapkan Jumlah dan Cakupan Wilayah Ditambah

Saat itu, Nuli masih remaja dan bertemu Petrus yang juga berstatus bujangan. Nuli ditanya olehnya mau ke mana dan dijawab tidak tahu, tidak ada arah. Akhirnya dia ditawarkan ikut bersama ke tempat rumah sewa untuk menumpang. “Saya diperlakukan baik, saya dilarang kerja, hanya tinggal di rumah yang disewanya membantu dirinya di rumah dengan tetangga rumah sewa lainnya,” tuturnya.

Akhirnya mereka menikah tahun 2010. Hingga dikaruniai 6 anak. Setelah melahirkan anak terakhir, sang suami meninggal karena sakit parah. Saat itulah masa-masa sulit dirasakan Nuli kembali. Dirinya harus kerja keras mencari nafkah untuk anak-anaknya. Nuli menggantikan peran suaminya yang bekerja sebagai penyabit rumput dan menabur pupuk di perkebunan kelapa sawit di Kinabalu. “Baru-baru saja padahal bapaknya meninggal ini, umur anak saya yang paling kecil ketika sudah berumur 2 tahun,” katanya.

Nuli akhirnya mengadu ke KRI untuk dipulangkan. Jalan itu, dipilih Nuli atas penderitaannya di Sabah, apalagi dirinya sudah tidak punya keluarga sama sekali selain anak-anaknya. “Jadi ada teman di ladang yang suruh saya mengadu ke Konsulat. Akhirnya saya ke kantornya dan ceritakan semua masalah saya, setelah itu mereka setuju mau memulangkan saya ke Indonesia,” beber Nuli.

Setelah ini, Nuli ingin kembali pulang ke kampung halamannya dan akan kembali bersama orang tuanya. (***/lim)

 

 

 

 

Setelah dideportasi, ternyata bukan hanya pekerja migran Indonesia (PMI) bermasalah yang pulang dari Malaysia dengan kisah pilu. PMI legal yang meminta dipulangkan pihak Konsulat Republik Indonesia (KRI) di Tawau,  juga punya banyak kisah pilu sampai akhirnya dipulangkan oleh pihak KRI sendiri. 

RIKO ADITYA 

SEPERTI yang dialami Nuli Yustina, wanita berumur 35 tahun asal Desa Sendangan, Kecamatan Nanga Taman, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat tersebut pernah menderita dikurung di rumah majikannya selama 8 tahun tanpa gaji dan hanya diberikan makanan sebungkus mie dalam sehari.

Padahal majikan Nuli adalah seorang yang mampu bahkan punya apartemen. Rumah yang ditempati Nuli, adalah rumah kantor. Nuli menjadi asisten rumah tangga di rumah tersebut. Hanya, dirinya dikurung tidak pernah keluar dari rumah yang dikunci 24 jam. “Saya sempat pernah ingin mengadu ke pihak Konsulat, namun saya diancam dengan cara dicubit, jadinya tidak sempat mengadu waktu saya masih bekerja dengan majikan saya itu,” ujar Nuli ketika ditemui pewarta harian ini, Selasa (14/12).

Nuli sendiri, mengaku memaksakan pergi bekerja ke Malaysia karena himpitan ekonomi keluarga. Dirinya dijanjikan gaji RM 800 atau setara Rp 2,7 juta oleh agen yang memberangkatkannya secara resmi. Ternyata dirinya ditipu oleh agen tersebut karena ditempatkan dan dikurung di rumah majikannya tersebut.

Nuli mengaku masuk ke Malaysia tahun 2001 lewat agen tersebut. Karena tergiur gaji besar, Nuli rela diuruskan agen tersebut. Bukannya dipekerjakan sesuai harapan, dirinya ditempatkan di rumah misterius tersebut. “Makan juga tidak tentu, sehari hanya dikasih makanan sebungkus mie. Makanan itu, baru saya malam hari. Bagaimana saya enggak kelaparan, saya dikunci di dalam rumah. Rumah di Penambang, Kota Kinabalu. Saya enggak bisa cuti, tidak bisa apa pun sama sekali di rumah itu,” kisah Nuli lagi.

Baca Juga :  Soal Harga, Barang Harus Disubsidi

Nuli di dalam rumah itu selama 8 tahun, tanpa gaji. Hari yang dia lalui sampai bertetangga lewat jendela rumah. Temannya yang melihat dirinya dari jendela menyarankan untuk keluar dari rumah tersebut, karena bisa saja dirinya sampai tua di rumah tersebut dan tidak akan keluar sampai kapan pun. “Saya sempat berbicara, bagaimana mau keluar, ini pintunya terkunci terus selama 24 jam,” tambahnya

Sesaat kemudian, majikannya lupa mengunci pintu, saat itulah dirinya mencuri kesempatan untuk keluar lari dari rumah tersebut. “Sepertinya itu sudah direncanakan Tuhan, saya keluar dari rumah hantu tersebut,” ujarnya lagi.

Setelah keluar dari rumah itu, di jalanan Nuli juga kebingungan mau ke mana. Pada akhirnya dirinya ke arah yang tidak tentu dan meminta pertolongan dengan orang yang bisa diajaknya berkomunikasi. Tak disangka dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Petrus juga seorang PMI. Laki-laki yang lantas menjadi suaminya.

Baca Juga :  Hutan Bakau Dibabat, lalu Ditanami Kelapa Pandan

Saat itu, Nuli masih remaja dan bertemu Petrus yang juga berstatus bujangan. Nuli ditanya olehnya mau ke mana dan dijawab tidak tahu, tidak ada arah. Akhirnya dia ditawarkan ikut bersama ke tempat rumah sewa untuk menumpang. “Saya diperlakukan baik, saya dilarang kerja, hanya tinggal di rumah yang disewanya membantu dirinya di rumah dengan tetangga rumah sewa lainnya,” tuturnya.

Akhirnya mereka menikah tahun 2010. Hingga dikaruniai 6 anak. Setelah melahirkan anak terakhir, sang suami meninggal karena sakit parah. Saat itulah masa-masa sulit dirasakan Nuli kembali. Dirinya harus kerja keras mencari nafkah untuk anak-anaknya. Nuli menggantikan peran suaminya yang bekerja sebagai penyabit rumput dan menabur pupuk di perkebunan kelapa sawit di Kinabalu. “Baru-baru saja padahal bapaknya meninggal ini, umur anak saya yang paling kecil ketika sudah berumur 2 tahun,” katanya.

Nuli akhirnya mengadu ke KRI untuk dipulangkan. Jalan itu, dipilih Nuli atas penderitaannya di Sabah, apalagi dirinya sudah tidak punya keluarga sama sekali selain anak-anaknya. “Jadi ada teman di ladang yang suruh saya mengadu ke Konsulat. Akhirnya saya ke kantornya dan ceritakan semua masalah saya, setelah itu mereka setuju mau memulangkan saya ke Indonesia,” beber Nuli.

Setelah ini, Nuli ingin kembali pulang ke kampung halamannya dan akan kembali bersama orang tuanya. (***/lim)

 

 

 

 

Most Read

Artikel Terbaru