27.4 C
Tarakan
Friday, December 1, 2023

29 Hektare Hutan Dibabat di Sebatik Barat, KPH Nunukan: Kegiatan Ilegal

NUNUKAN – Dugaan pembabatan hutan ramai diperbincangkan masyarakat di Sebatik Barat. Penampakan hutan gundul tampak jelas dari perairan depan Jalan Lingkar, Nunukan Selatan.

Sorotan pembabatan hutan tersebut ternyata juga sampai kepada Plt Camat Sebatik Barat, Syahwaluddin. Dirinya mengaku jika dilihat secara kasat mata, luas hutan yang dibabat terbilang besar. Temuan itu juga sudah disampaikan ke instansi teknis terkait.

“Kita sudah sampaikan ke instansi teknisnya, selanjutnya tindak lanjutnya kami belum dapatkan informasi lagi seperti apa, yang jelas kita sudah laporkan,” ujarnya ketika dihubungi, Selasa (14/11).

Syahwaluddin mengaku, terlepas dari adanya kembali aktivitas dugaan pembabatan hutan di wilayahnya, sebelumnya temuan pembabatan hutan juga pernah terjadi tahun 2017 lalu. Saat itu dilaporkan oleh pihak warga, RT dan desa, pihaknya langsung menyampaikan persoalan tersebut secara lisan ke pihak yang menangani.

Sayangnya laporan tidak ditanggapi, akhirnya mereka membawa aparat setempat untuk melakukan pemeriksaan ke lapangan. “Saat itu kita temukan 1 pucuk senjata api jenis penabur, ada chainsaw dan pom racun, tali dipakai mengukur, itu dulu terjadi di Desa Liang Bunyu, dan dugaan kami, ini sama dengan itu dan dilanjutkan kembali,” ungkapnya.

Baca Juga :  Paspor Umrah Tak Butuh Rekomendasi Kemenag

Saat ini dugaan pembabatan terjadi lagi, melihat itu maka pihaknya gerak cepat sampaikan ke instansi teknis supaya tidak akan berdampak buruk kepada hutan lindung. Termasuk menghindari gesekan antarwarga yang bersama-sama melakukan pembabatan di wilayah tersebut.

“Kalau memang terjadi lagi ini, kan kita tidak ingin warga masyarakat yang sama-sama melakukan aktivitas di situ. Malah jadi baku tembak di situ, jadi makin kacau nanti, makanya harus cepat ditindaklanjuti itu,” harap Syahwaluddin.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Nunukan, Roy Leonard yang dikonfirmasi menerangkan, pihaknya memang mendapatkan laporan dugaan pembabatan hutan oleh masyarakat di Desa Liang Bunyu, Kecamatan Sebatik Barat pada Minggu (12/11).

 

Tindak lanjut dilakukan, pihaknya telah menurunkan polisi kehutanan (polhut) ke lokasi termasuk melibatkan aparat kepolisian dari Polres Nunukan. Setelah dicek, status kawasannya berada di luar kawasan hutan.

“Wilayah itu APL (areal penggunaan lain) (bukan hutan lindung) kita cek juga terkait surat-suratnya ada SPPT-nya. Cuma dalam hal ini karena dalam memenuhi izin, kami mengarahkan untuk diurus dulu kepemilikan lahannya, kalau di kementerian itu ingin memanfaatkan kayu tumbuh alami, alas haknya itu harus sertifikat. Mereka baru sampai SPPL,” ujarnya ketika diwawancarai di kantornya, Selasa (14/11).

Baca Juga :  Berharap Pemerintah Perhatikan Usulan Fraksi

Persoalan sertifikat, diakui salah seorang di lahan tersebut, sertifikat telah diproses di pertanahan. Jika memang seperti itu, pihaknya pun meminta untuk dihentikan dahulu kegiatan penebangan terkait dengan kayu tumbuhnya, terkecuali aktivitas pembersihan lahan tanpa penebangan.

Sementara untuk luasan yang dibabat, diketahui mencapai 29 hektare. Sementara peruntukan kayu dari pohon yang ditebang, pengakuan masyarakat di lapangan untuk dibagikan ke masyarakat. “Pada intinya harus dihentikan dahulu penebangannya sampai adanya sertifikat, namun karena sudah terjadi aktivitasnya, dalam hal ini bisa dikatakan ilegal,” tambah Leonard.

 

Disamping itu, kayu-kayu yang sudah ada pun diamankan dahulu di lapangan. Kayu yang terlihat meliputi kayu jenis meranti, bengkirai sampai jenis kapur, jumlahnya pun diperkirakan mencapai ratusan kubik. (raw/lim)

NUNUKAN – Dugaan pembabatan hutan ramai diperbincangkan masyarakat di Sebatik Barat. Penampakan hutan gundul tampak jelas dari perairan depan Jalan Lingkar, Nunukan Selatan.

Sorotan pembabatan hutan tersebut ternyata juga sampai kepada Plt Camat Sebatik Barat, Syahwaluddin. Dirinya mengaku jika dilihat secara kasat mata, luas hutan yang dibabat terbilang besar. Temuan itu juga sudah disampaikan ke instansi teknis terkait.

“Kita sudah sampaikan ke instansi teknisnya, selanjutnya tindak lanjutnya kami belum dapatkan informasi lagi seperti apa, yang jelas kita sudah laporkan,” ujarnya ketika dihubungi, Selasa (14/11).

Syahwaluddin mengaku, terlepas dari adanya kembali aktivitas dugaan pembabatan hutan di wilayahnya, sebelumnya temuan pembabatan hutan juga pernah terjadi tahun 2017 lalu. Saat itu dilaporkan oleh pihak warga, RT dan desa, pihaknya langsung menyampaikan persoalan tersebut secara lisan ke pihak yang menangani.

Sayangnya laporan tidak ditanggapi, akhirnya mereka membawa aparat setempat untuk melakukan pemeriksaan ke lapangan. “Saat itu kita temukan 1 pucuk senjata api jenis penabur, ada chainsaw dan pom racun, tali dipakai mengukur, itu dulu terjadi di Desa Liang Bunyu, dan dugaan kami, ini sama dengan itu dan dilanjutkan kembali,” ungkapnya.

Baca Juga :  Sampaikan Usulan Bangun Jalan hingga DOB

Saat ini dugaan pembabatan terjadi lagi, melihat itu maka pihaknya gerak cepat sampaikan ke instansi teknis supaya tidak akan berdampak buruk kepada hutan lindung. Termasuk menghindari gesekan antarwarga yang bersama-sama melakukan pembabatan di wilayah tersebut.

“Kalau memang terjadi lagi ini, kan kita tidak ingin warga masyarakat yang sama-sama melakukan aktivitas di situ. Malah jadi baku tembak di situ, jadi makin kacau nanti, makanya harus cepat ditindaklanjuti itu,” harap Syahwaluddin.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Nunukan, Roy Leonard yang dikonfirmasi menerangkan, pihaknya memang mendapatkan laporan dugaan pembabatan hutan oleh masyarakat di Desa Liang Bunyu, Kecamatan Sebatik Barat pada Minggu (12/11).

 

Tindak lanjut dilakukan, pihaknya telah menurunkan polisi kehutanan (polhut) ke lokasi termasuk melibatkan aparat kepolisian dari Polres Nunukan. Setelah dicek, status kawasannya berada di luar kawasan hutan.

“Wilayah itu APL (areal penggunaan lain) (bukan hutan lindung) kita cek juga terkait surat-suratnya ada SPPT-nya. Cuma dalam hal ini karena dalam memenuhi izin, kami mengarahkan untuk diurus dulu kepemilikan lahannya, kalau di kementerian itu ingin memanfaatkan kayu tumbuh alami, alas haknya itu harus sertifikat. Mereka baru sampai SPPL,” ujarnya ketika diwawancarai di kantornya, Selasa (14/11).

Baca Juga :  Krayan Tengah dan Selatan Akhirnya Kebagian SOA

Persoalan sertifikat, diakui salah seorang di lahan tersebut, sertifikat telah diproses di pertanahan. Jika memang seperti itu, pihaknya pun meminta untuk dihentikan dahulu kegiatan penebangan terkait dengan kayu tumbuhnya, terkecuali aktivitas pembersihan lahan tanpa penebangan.

Sementara untuk luasan yang dibabat, diketahui mencapai 29 hektare. Sementara peruntukan kayu dari pohon yang ditebang, pengakuan masyarakat di lapangan untuk dibagikan ke masyarakat. “Pada intinya harus dihentikan dahulu penebangannya sampai adanya sertifikat, namun karena sudah terjadi aktivitasnya, dalam hal ini bisa dikatakan ilegal,” tambah Leonard.

 

Disamping itu, kayu-kayu yang sudah ada pun diamankan dahulu di lapangan. Kayu yang terlihat meliputi kayu jenis meranti, bengkirai sampai jenis kapur, jumlahnya pun diperkirakan mencapai ratusan kubik. (raw/lim)

Terpopuler

Perkara Narkotika Meningkat

1500 Burung Ikut Lomba Irau Malinau CUP

Sanksi Iskandar Telat

Artikel Terbaru