NUNUKAN – Aktivitas penerimaan donor darah di Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Nunukan dihentikan. Sebab, kondisi keuangan organisasi perhimpunan nasional yang bergerak dalam bidang kemanusiaan ini sedang ‘sakit’.
Peralatan laboratorium untuk mendapatkan darah dari pendonor sudah tidak ada. Dana operasional yang selama ini digunakan belum juga diterima. Tak ayal, pelayanan PMI Nunukan kini sangat terbatas. Bahkan, beberapa alat transportasi untuk memberikan pelayanan ke masyarakat dihentikan.
“Soal kebutuhan darah ini jadi hal yang mendesk. Kenapa bisa sampai tutup, itu sangat memprihatinkan sekali,” ungkap Firman, warga Kelurahan Nunukan Timur kepada media ini.
Ia mengatakan, keberadaan PMI Cabang Nunukan selama ini sangat banyak membantu masyarakat. Baik yang mendapatkan donor darah maupun yang mendonor. Sebab, kebutuhan darah bagi pasien yang kekurangan sangat membantu dan dapat menghindari dari hal-hal yang tak diinginkan. “Pemerintah harus punya solusi juga ini. Jangan didiamkan saja. Ayolah bergerak,” ujarnya.
Pelaksana tugas (Plt) Ketua PMI Cabang Nunukan, H. Alman membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan, dana bantuan dari pemerintah daerah 2018 sebesar Rp 500 juta hanya dapat diterima sebesar Rp 200 juta saja. Sementara sisanya, Rp 300 juta diharapkan dapat dicairkan di akhir 2018 ini. “Kami sudah berupaya sebelum kondisi ini terjadi. Kami berupaya menghubungi pihak pemerintah dan juga pihak rumah sakit. Karena, kebutuhan darah ini sangat dibutuhkan masyarakat. Apalagi bagi pasien yang kekurangan darah tidak dapat menunggu,” ungkap H. Alman kepada media ini, Sabtu (8/12).
Ia mengatakan, tak hanya persoalan kebutuhan darah pasien, PMI yang selama ini juga melayani bidang kemanusiaan terhadap bencana dan lainnya juga terpaksa dihentikan. Khususnya penggunaan kendaraan operasional berupa ambulans. Selama ini, biaya operasional tidak ada. Sehingga tidak dapat melaksanakan tugas semaksimal mungkin. “Bahkan, ada kendaraan operasional yang sudah rusak dan tidak dapat diperbaiki sampai saat ini,” ujarnya.
H. Alman menyebutkan, dana yang hanya Rp 200 juta untuk operasional selama setahun itu tidak cukup. Sebab, kegiatan kemanusiaan seperti, transfusi darah, kesiapan hadapi bencana, maupun pelayanan kesehatan sangat bergantung pada dukungan pembiayaan. Jika tidak, maka sangat sulit dilakukan pelayanan. “Setiap transfusi darah, mulai diambil hingga ke pasien itu cost-nya sebesar Rp 700 ribu per kantong. Sementara dari Menkes meminta kami menagih hanya Rp 360 ribu per kantongnya. Jadi, ada kekurangan. Makanya, kami sangat berharap adanya bantuan dari pemerintah daerah sebagai bantuan subsidi,” jelasnya.
Diungkapkan, karena tidak dapat dana operasional tersebut, pihaknya dengan terpaksa menghentikan sementara pelayanan donor darah bagi masyarakat. Para staf di PMI Nunukan sudah 4 bulan belum menerima honornya juga. Sebanyak 15 orang terdiri dari 11 orang di bagian transfusi darah dan 4 orang di bagian pelayanan bencana dan lainnya masih bertahan dan berharap sisa anggaran dapat dicairkan menjelang akhirnya tahun 2018. Sebab, beberapa relawan sudah ada yang ingin berhenti dan memilih keluar. Namun, masih diminta bertahan demi kemanusiaan. “PMI tidak ditutup. Tapi, sementara tidak melayani dulu. Karena, kami tidak berani mengambil dan memberikan darah sembarangan juga. Bahan di laboratorium sudah habis. Belum lagi air bersih dan listriknya. Karena semuanya masih menunggak pembayaran bulannya ini,” pungkasnya. (oya/zia)