TANJUNG SELOR – Berbagai persoalan masih dihadapi masyarakat di daerah perbatasan dan pedalaman Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) saat beraktivitas ke luar desa atau permukiman untuk mendapatkan kebutuhan pokok.
Salah satunya seperti yang dialami warga Desa Long Berang, Kecamatan Mentarang Hulu, Kabupaten Malinau. Untuk bisa sampai ke kota, harus menggunakan transportasi sungai melewati beberapa batu jeram atau batu besar yang berada di tengah aliran sungai yang deras. Jika tidak berhati-hati, maka akan berakibat fatal dan bahkan dapat menimbulkan korban jiwa akibat batu yang menghalangi transportasi sungai masyarakat itu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar Kaltara di lapangan, dalam perjalanan sekitar lima jam dari Long Berang sampai ke Desa Long Kebinu, sedikitnya ada lima titik batu jeram yang cukup mengancam nyawa saat dilewati masyarakat.
Oleh karena itu, warga setempat meminta kebijakan dari pemerintah melalui anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltara, Listiani saat melakukan kunjungan kerja (kunker) ke daerah tersebut.
Listiani mengatakan, dalam hal ini solusi yang ditawarkan masyarakat setempat yaitu melakukan pengeboman batu tersebut guna memudahkan, serta tidak membahayakan masyarakat dalam beraktivitas di sungai.
“Lima titik itu yang dianggap mereka sangat membahayakan. Makanya mereka minta batu-batu yang di tengah (sungai, Red) itu dibom supaya longboat bisa enak lewatnya,” kata Listiani saat dikonfirmasi, Sabtu (24/3).
Tapi, untuk melakukan itu, politisi Partai Demokrat ini juga tetap memberikan pemahaman kepada masyarakat setempat seperti apa dampak dilakukannya pengeboman tersebut, utamanya terhadap ekosistem sungai.
Karena, jika dilakukan pengeboman itu pasti akan ada dampak negatifnya. Maka, sebelum dilakukan tentu perlu dikaji terlebih dahulu, mulai dari dampaknya, hingga seberapa mendesaknya batu itu dibom.
“Tapi, masyarakat di sana tetap mengatakan bahwa mereka yang tinggal di sana (pedalaman dan perbatasan, Red) yang merasakan dampaknya setiap hari seperti apa. Bahkan tidak jarang berkorban nyawa,” sebutnya.
Dikatakannya, usulan dari masyarakat itu tetap akan dibicarakannya dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait seperti apa solusinya agar tidak ada yang dirugikan, baik itu manusia maupun alamnya. “Untuk teknisnya seperti apa, itu instansi terkait yang lebih tahu. Apakah itu dapat dilakukan atau tidak. Pastinya yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat tetap akan kita sampaikan untuk ditindak lanjut,” ujarnya.
Sementara, untuk solusi lainnya, masyarakat setempat juga meminta untuk dilakukannya peningkatan jalan yang saat ini sudah dibuka Pemkab Malinau. Karena yang ada saat ini konstruksinya masih tanah. Bahkan, ada beberapa titik yang mengalami longsor sehingga tidak dapat dilewati sama sekali.
“Pastinya kabupaten (Malinau, Red) sudah membuka jalan. Makanya harus menjadi prioritas untuk peningkatan jalan tersebut guna membuka keterisolasian di daerah perbatasan dan pedalaman Kaltara ini,” tuturnya.
Sementara, Pemprov Kaltara melalui Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPR Perkim) telah melakukan berbagai upaya untuk membuka keterisoliran masyarakat pedalaman dan perbatasan di provinsi termuda di Indonesia ini.
Salah satu yang telah dilakukan adalah pembukaan jalan lingkar Krayan. Ke depannya akan terus dilakukan hingga keterisoliran masyarakat dapat terbuka sesuai dengan tujuan utama dibentuknya Kaltara. (iwk/eza)