TANJUNG SELOR – Pengembalian selisih biaya rapid diagnostic test (RDT) tak hanya dilakukan RSD dr. Soemarno Sosoradmodjo, Tanjung Selor. Sejumlah RSUD lainnya di wilayah provinsi termuda di Indonesia ini pun satu–persatu melakukan hal yang sama.
Terbaru, yaitu Rumah Sakit Umum Kota Tarakan (RSUKT) melakukan pengembalian selisih biaya RDT sebesar Rp 101.100.000. Diketahui, proses penyerahan selisih biaya itu berlangsung di Polda Kaltara. Nantinya, sejumlah uang itu akan dikembalikan kepada setiap warga yang sebelumnya melakukan RDT atau tes cepat di rumah sakit tersebut.
Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menilai, upaya pengembalian selisih biaya ini memang cukup baik. Mengingat, memang dari awal diketahui adanya selisih biaya sekitar Rp 300 ribu per orangnya. Sehingga memang itu wajib untuk dikembalikan agar tidak sampai pada proses hukum. Mengingat, sebelumnya perihal selisih biaya RDT itu pernah masuk ke ranah kepolisian.
Kepala Ombudsman RI Kaltara, Ibramsyah Amirudin mengungkapkan, dengan sudah adanya pengembalian selisih biaya RDT itu. Maka, masyarakat sudah dapat mengambil kembali sejumlah uangnya. Yaitu, pengambilannya di Inspektorat Tarakan.
“Mengapa di Inspektorat? Karena pada saat proses serah terima itu dari RS ke Polda Kaltara dan diserahkan ke Inspektorat,” ungkapnya kepada Radar Kaltara yang saat itu pihaknya menyaksikan secara langsung proses serah terima tersebut, Kamis (17/12).
Lanjutnya, ke depannya pengembalian selisih biaya RDT ini diwacanakan akan kembali dilakukan pada rumah sakit (RS) lainnya di Kota Tarakan. Dijadwalkan pekan depan proses pengembalian itu dilakukan. Sebab, saat ini RS lainnya itu dinyatakan bahwa berhalangan untuk hadir.
“Sekali lagi, ini memang sifatnya wajib. Karena itu ada indikasi maladministrasi jika tak dilakukan pengembalian. Jadi, untuk warga yang merasa ada RDT sebelumnya dapat melapor dan mengambil sisa dananya di RS tersebut,” ujarnya.
Di sisi lain, pihaknya mengaku bahwa langkah ini memang patut untuk diapresiasi. Pasalnya, ini pun masuk dalam arti pencegahan terhadap tindakan maladministrasi. Sehingga diharapkan RS lainnya pun dapat segera meniru hal yang sama. “Apalagi, sampai laporan itu masuk ke ranah kepolisian. Maka, ini akan dilakukan suatu penyelidikan lebih jauh,” bebernya. (omg/eza)