TANJUNG SELOR – Sejak beberapa hari terakhir, bangunan pasar baru yang dibangun oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah difungsikan. Namun, tidak semua pedagang bisa menempati kios pasar yang dibangun tepat di belakang Pasar Induk, Tanjung Selor. Bahkan sejumlah pedagang lama pun tak bisa mendapatkan kios pasar yang di gagas oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo tersebut.
Menyikapi hal itu, Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kaltara, Ibramsyah Amirudin mengatakan, seharusnya Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pasar Induk dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop dan UKM) Kabupaten Bulungan yang memiliki kewenangan, bukan pengurus pasar.
“Ini kan ada indikasi pengurus pasar yang mengatur,” ungkap Ibramsyah kepada Radar Kaltara, kemarin.
Kalau menurut Ombudsman, harusnya pembagian kios itu lebih mengutamakan pedagang lama, tapi kalau di sana sudah ada kepentingan itu yang menjadi masalah. Kalau yang lama dipindahkan ke tempat yang baru, maka tempat yang lama tidak boleh dipakai lagi, agar kios tidak diperjual belikan.
“Sebenarnya ada indikasi kalau sudah pindah kios dijual belikan,” bebernya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada pihak terkait agar dapat mengatur pedagang tersebut. Apakah pedagang di tempat yang lama boleh mengambil atau justru tetap di tempat lama. Kalapun tempat yang lama di tutup kemudian pindah ke tampat yang baru, maka pedagang lama harus mendapatkan prioritas.
“Standar Operasional Prosedur (SOP) nya sudah jelas, harus ada perjanjian terlebih dahulu, tidak boleh disewa. Nah, yang mengambil juga harus dilihat. Kalau ada pegawai negeri sipil (PNS) yang mengambil kios, itukan aneh,” sebutnya.
Dijelaskannya, yang boleh hanya pedagang. Tidak boleh ada PNS yang mengambil kios pedagang. Masalah penyegelan sendiri, Ombudsman mengaku baru mengetahui. Tapi menurutnya, jika sudah sampai ada penyegelan berarti di internal ada yang tidak beres.
“Kewenangankan ada di Disperindagkop dan UKM. Kepala dinas harus tegas, kalau memang profesional tentu Ombusdman tidak akan melakukan protes. Insya Allah, pekan ini juga kita akan turunkan tim,” sebutnya.
Namun, kata dia, sebelum tim itu diturunkan, pihaknya akan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Disperindagkop dan UKM. Dalam hal ini, Ombusdman juga menekankan kepada pihak yang memiliki kewenangan agar betul-betul mengurus.
“Pasar ini menjadi sorotan sebenarnya. Jujur saja, banyak tempat dagangan itu disewakan, Rp 300 ribu per bulan, seharunya itu tidak boleh,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, jika terbukti ada pelanggaran, tentu akan ada sanksi yang akan diberikan kepada kepala dinas maupun kepala UPT.
“Kalau saja berkeadilan dan profesional tentu tidak akan ada keributan,” bebernya.
Sebelumnya, Kepala Diseperindagkop dan UKM Bulungan, Ajer Supriyono mengakui bahwa sejauh ini belum secara keseluruhan pedagang terakomodasi. Namun, Disperindagkop dan UKM akan terus melakukan pembenahan dari segala saran dan masukan.
“Saya respons baik dari pedagang yang secara langsung datang ke sini. Tapi, saya meminta pedagang untuk menyadari akan batas jumlah kios di pasar itu juga terbatas,” ungkapnya.
Disinggung terkait adanya permasalahan dalam proses pemilihan dan penempatan pedagang, Ajer sapaan akrabnya menjelaskan bahwa semua itu sudah ada tim yang dibentuk dan mengurusnya. Pihaknya mengaku hanya tinggal menyetujuinya apa yang memang menjadi hasil.
“Tapi, dengan adanya permasalahan ini, nanti akan kami cek kembali di lapangan,” katanya.
Menyoal apakah pihaknya akan menarik atau membatalkan para pedagang yang saat ini sudah menempati, pihaknya mengaku bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan. Sebab, menurutnya itu justru menimbulkan permasalahan yang lebih sulit lagi.
“Paling nanti akan dilihat lebih jauh tentang orang–orang atau pedagang di dalamnya. Yang jelas, kita akan memprioritaskan pedagang yang memang masuk dalam kategori,” ucapnya.
Ditambahkannya juga, munculnya permasalahan ini memang menjadi pekerjaan rumah (PR). Namun, yang perlu diketahui bahwa pasar itu diperuntukkan bagi pedagang memiliki ekonomi tinggi. “Asas pemerataanlah. Itulah mengapa saat itu dilakukan pendataan ulang. Tujuannya, agar tak ada sistim sewa berlaku di lapak dan kios itu,” pungkasnya. (*/jai/udn)