30.7 C
Tarakan
Friday, March 24, 2023

Cegah Kerusakan Hutan, KPH Tarakan Gelar 65 Patroli

TARAKAN – Pada 2022, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kota Tarakan telah menggelar 65 kegiatan patroli pencegahan dan pembatasan kerusakan kawasan hutan. Baik itu, kawasan hutan lindung maupun hutan produksi yang berada di 2 unit wilayah kerjanya.

Disebutkan Kepala UPTD KPH Tarakan, Alvian Pakiding, sedianya setiap tahun unit kerja dari Dinas Kehutanan Kalimantan Utara (Kaltara) ini merancang 3 kali kegiatan patroli setiap tahunnya.

Namun, mengingat banyaknya kegiatan pengrusakan kawasan hutan baik yang dilakukan di wilayah Unit VI Tarakan dan Unit VIII Delta Kayan maka upaya tersebut harus intensif dilakukan.

“Kegiatan patroli sendiri, ada yang berdasarkan laporan masyarakat, adapula yang menyesuaikan kebutuhan atau pemantauan perkembangan kegiatan pengrusakan hutan. Kebanyakan ditemukan di wilayah Unit VI Tarakan,” kata Alvian.

Dari kegiatan patroli tersebut, tak jarang tim harus melakukan teguran lisan hingga tulisan terhadap oknum warga yang didapati melakukan kegiatan pengrusakan.

“Tak sedikit juga, kami harus melakukan penindakan dengan mengiring pelaku ke kantor UPTD KPH Tarakan untuk dimintai keterangan guna pembuatan surat pernyataan oleh tim polhut (polisi kehutanan). Kalau ada barang buktinya, seperti kayu hasil olahan, chainsaw atau lainnya, ya tentu dibawa juga untuk diamankan,” urainya.

Baca Juga :  Perkara Inkrah, Puluhan Balpres Dibakar

Surat pernyataan itu sendiri, umumnya berisi penegasan bahwa kegiatan yang mereka lakukan berada di dalam wilayah lindung dan pelaku akan dimintai untuk menandatangani surat pernyataan tersebut dengan dibubuhi materai sebagai penguat.

“Diharapkan dengan adanya surat pernyataan itu, pelaku tidak akan melakukan kegiatannya lagi atau ada efek jera. Sebab, jika kedapatan melakukan hal serupa maka akan dilakukan tindakan hukum hingga ke tingkat pidana,” jelasnya.

Sementara itu, Romy Suprianto, polhut ahli muda UPTD KPH Tarakan menyatakan bahwa meski kegiatan patroli intensif dilakukan, upaya pengrusakan kawasan hutan di wilayah kerja KPH Tarakan masih tetap ada.

“Kami tidak akan menolerir upaya-upaya tersebut, karena ini adalah tugas kami, dan untuk kepentingan masyarakat banyak.

Baca Juga :  Buruh Ungkap Pengajuan Pensiun Dipersulit

Apalagi, khususnya Tarakan yang memiliki daratan kecil sehingga keberadaan hutan lindung sangat penting. Entah untuk penyedia air baku, pendukung iklim lokal dan lainnya,” ucap Romy.

Menilik pentingnya keberadaan hutan lindung, khususnya di Pulau Tarakan, Romy berharap agar masyarakat di Tarakan dapat pula mendukung eksistensi kawasan tersebut.

“Kami menyadari, kebutuhan akan lahan cukup tinggi di Tarakan. Tapi, hal tersebut juga patut diimbangi dengan keberadaan kawasan lindung. Apabila tidak seimbang, maka kerawanan bencana seperti kekeringan atau longsor, banjir dan lainnya di Tarakan akan semakin masif terjadi,” ungkapnya.

Terkait keberadaan masyarakat yang berpenghidupan dari kawasan hutan, Romy menguraikan bahwa ada skema-skema kemitraan pengelolaan hutan yang lestari untuk mengakomodirnya.

“Tegas ya, melakukan aktivitas pembangunan atau pembukaan lahan didalam kawasan lindung sangat dilarang. Tapi, apabila pengolahan lahannya untuk berladang, dan itu sudah dilakukan bertahun-tahun lamanya tanpa adanya bangunan permanen maka dapat diakomodir kerjasamanya melalui pola kemitraan dengan KPH,” tuntasnya. (*/dky/adv/lim)

TARAKAN – Pada 2022, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kota Tarakan telah menggelar 65 kegiatan patroli pencegahan dan pembatasan kerusakan kawasan hutan. Baik itu, kawasan hutan lindung maupun hutan produksi yang berada di 2 unit wilayah kerjanya.

Disebutkan Kepala UPTD KPH Tarakan, Alvian Pakiding, sedianya setiap tahun unit kerja dari Dinas Kehutanan Kalimantan Utara (Kaltara) ini merancang 3 kali kegiatan patroli setiap tahunnya.

Namun, mengingat banyaknya kegiatan pengrusakan kawasan hutan baik yang dilakukan di wilayah Unit VI Tarakan dan Unit VIII Delta Kayan maka upaya tersebut harus intensif dilakukan.

“Kegiatan patroli sendiri, ada yang berdasarkan laporan masyarakat, adapula yang menyesuaikan kebutuhan atau pemantauan perkembangan kegiatan pengrusakan hutan. Kebanyakan ditemukan di wilayah Unit VI Tarakan,” kata Alvian.

Dari kegiatan patroli tersebut, tak jarang tim harus melakukan teguran lisan hingga tulisan terhadap oknum warga yang didapati melakukan kegiatan pengrusakan.

“Tak sedikit juga, kami harus melakukan penindakan dengan mengiring pelaku ke kantor UPTD KPH Tarakan untuk dimintai keterangan guna pembuatan surat pernyataan oleh tim polhut (polisi kehutanan). Kalau ada barang buktinya, seperti kayu hasil olahan, chainsaw atau lainnya, ya tentu dibawa juga untuk diamankan,” urainya.

Baca Juga :  Fokus Kesembuhan Yusuf Sk Tidak Mengarahkan Loyalisnya

Surat pernyataan itu sendiri, umumnya berisi penegasan bahwa kegiatan yang mereka lakukan berada di dalam wilayah lindung dan pelaku akan dimintai untuk menandatangani surat pernyataan tersebut dengan dibubuhi materai sebagai penguat.

“Diharapkan dengan adanya surat pernyataan itu, pelaku tidak akan melakukan kegiatannya lagi atau ada efek jera. Sebab, jika kedapatan melakukan hal serupa maka akan dilakukan tindakan hukum hingga ke tingkat pidana,” jelasnya.

Sementara itu, Romy Suprianto, polhut ahli muda UPTD KPH Tarakan menyatakan bahwa meski kegiatan patroli intensif dilakukan, upaya pengrusakan kawasan hutan di wilayah kerja KPH Tarakan masih tetap ada.

“Kami tidak akan menolerir upaya-upaya tersebut, karena ini adalah tugas kami, dan untuk kepentingan masyarakat banyak.

Baca Juga :  Yuk ke Nunukan! Fitri Carlina Bakal Goyang Crossborder

Apalagi, khususnya Tarakan yang memiliki daratan kecil sehingga keberadaan hutan lindung sangat penting. Entah untuk penyedia air baku, pendukung iklim lokal dan lainnya,” ucap Romy.

Menilik pentingnya keberadaan hutan lindung, khususnya di Pulau Tarakan, Romy berharap agar masyarakat di Tarakan dapat pula mendukung eksistensi kawasan tersebut.

“Kami menyadari, kebutuhan akan lahan cukup tinggi di Tarakan. Tapi, hal tersebut juga patut diimbangi dengan keberadaan kawasan lindung. Apabila tidak seimbang, maka kerawanan bencana seperti kekeringan atau longsor, banjir dan lainnya di Tarakan akan semakin masif terjadi,” ungkapnya.

Terkait keberadaan masyarakat yang berpenghidupan dari kawasan hutan, Romy menguraikan bahwa ada skema-skema kemitraan pengelolaan hutan yang lestari untuk mengakomodirnya.

“Tegas ya, melakukan aktivitas pembangunan atau pembukaan lahan didalam kawasan lindung sangat dilarang. Tapi, apabila pengolahan lahannya untuk berladang, dan itu sudah dilakukan bertahun-tahun lamanya tanpa adanya bangunan permanen maka dapat diakomodir kerjasamanya melalui pola kemitraan dengan KPH,” tuntasnya. (*/dky/adv/lim)

Most Read

Artikel Terbaru